Sebelum membaca novel ini, sangat disarankan untuk membaca chapter sebelumnya terlebih dahulu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Start Point
Ruangan langsung menjadi ramai, para peserta bersorak karena semangat
mencoba game yang sangat canggih ini. Semuanya bersorak, bahkan Zaki.
Terkecuali aku, sejak awal aku memang tak berniat untuk memenangkan turnamen
ini. Disaat mereka bersorak, aku lebih memilih untuk memilih sofa dan bersiap
untuk bermain. Saat dalam perjalanan, aku tak sengaja melihat Sindy dengan
fokusnya yang tak biasa.
Fokus yang sama dengan yang dia keluarkan saat aku menabraknya. Dia
berjalan lurus menuju sebuah sofa dengan tatapan dingin nan fokusnya. Fokus
yang dimilikinya, adalah fokus yang paling tinggi yang pernah kulihat. Tak lama
setelah aku duduk, para peserta lainnya perlahan mulai melangkahkan kakinya
menuju kesofanya masing-masing. Aku merileksasikan tubuhku ke sofa sama seperti
apa yang dilakukan oleh Dinda, lalu aku mengscan jariku telunjukku. Pada
awalnya kukira tak berfungsi, sampai tiba-tiba rasa kantuk yang amat sangat
membuatku tak kuasa membuka mataku.
“Dimana ini?” Aku membuka kembali mataku. Kusadari, aku sudah berada di
tempat yang berbeda. Aku berada di sofa yang sama, namun pakaianku berubah
menjadi berwarna putih, dan aku berada di suatu ruangan berwarna putih dengan
seorang pria dan wanita berjubah berdiri dihadapanku. Sebuah ruangan putih
kosong tanpa benda apapun selain sebuah sofa dan kami bertiga.
“Dimo Ramadhan, laki-laki, dan berumur 15 tahun. Silahkan pilih job, dan
desain avatarmu!” Tak lama setelah wanita berjubah itu berkata, muncul 7 tabel
disebelahnya. Setiap tabel mewakili 7 job yang ada dengan kemampuannya
masing-masing. Yaitu Archer, Gunner, Knight, Sword Master, Witch/Wizard,
Alchemist dan Healer. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tak berniat untuk
menang dalam game ini, jadi kurasa aku akan asal memilih job.
“Apa saja, terserah kalian. Namun untuk penampilan, aku ingin tak banyak
yang diubah dari penampilan asliku.” Tak lama, tubuhku mulai bercahaya. Saat
cahaya itu padam, rambutku sudah sedikit berubah, dan pakaianku juga berubah.
Sekarang aku memakai sebuah jaket berwarna hitam dengan sedikit warna oranye
sebagai motifnya.
“Selamat, anda sudah terdaftar sebagai Sword and Gun Master dan sebentar
lagi anda akan dipindahkan ke lokasi turnamen yang sebenarnya.” Kata Pria
berjubah.
“Tunggu dulu, apa itu Sword and Gun Master? Job itu tidak ada di dalam
daftar. Tunggu.....”
Ruangan putih mulai bercahaya, Pria dan Wanita berjubah itu mulai
menghilang dibalik cahaya yang mulai menyilaukan mataku. Sampai pada akhirnya
cahaya itu sepenuhnya menghalangi penglihatanku. Saat cahaya itu menghilang,
aku menyadari bahwa aku sudah berada di tengah hutan. Sofa yang kududuki mulai
menghilang tak lama setelah aku bangun darinya.
Sebagai awalan, kurasa aku akan mengecek inventoryku.
“Beginner Sword dan Pistol. Kurasa aku akan menyimpan pistol untuk
sementara waktu.” Aku mulai perjalananku mencari monster untuk menaikkan level
dan mendapatkan kemampuan. Aku terus-menerus menyusuri hutan belantara yang
dipenuhi oleh pohon-pohon yang tinggi sampai-sampai akarnya merambat sampai ke
permukaan. Tiba-tiba, muncul sebuah hawa. Sebuah hawa yang familiar yang ada
dalam game rpg, hawa membunuh.
Aku menyadari ada sebuah ogre berwarna abu-abu dengan mata kanannya yang
buta yang siap mengayunkan gadanya yang besar yang sanggup untuk merobohkan dua
batang pohon sekali ayun.
“...!(Serangan tiba-tiba?!)”
Tubuhnya yang gempal membuat gerakan ogre itu menjadi lambat sehingga
memudahkanku untuk menunduk. Aku tarik pedangku dari sarungnya lalu kutebas
lutut dari ogre tersebut. Namun, tebasan kecil takkan cukup untuk
menghentikannya. Akupun melompat lalu menebas mata kiri dari ogre tersebut
sehingga membuatnya buta.
Namun, Ogre tersebut mengayunkan gadanya kearahku yang ada diudara. Dengan
sigap aku menahannya menggunakkan pedangku. Walau begitu, aku tetap terpental
akibat efek bash dari gada tersebut. Aku menabrak pohon, namun dengan cepat aku
langsung menghindar sebelum ayunan kedua mengenaiku. Walaupun buta, kurasa
indra pendengaran dari ogre tersebut masih aktif. Sehingga membuatku harus
mengendap-endap kebelakang ogre tersebut lalu menebas bagian belakang dari kaki
ogre tersebut. Akibatnya, ogre itu terjatuh. Untuk mengakhirinya, aku
mengayunkan pedangku menebas punggung ogre tersebut dan membetuk pola x di
punggungnya. Ogre itu terjatuh—terkapar lalu tubuhnya bercahaya dan menghilang.
Aku mendapat sebuah pedang dari monster ogre tersebut, yaitu Ogre Sword dan
levelku naik menjadi level 3. Tentu aku akan memakai pedang yang lebih baik
dari Beginner Sword.
“Dimo.... Tolong Aku!” dari kejauhan, ada suara yang memanggilku. Suara
dari orang yang kukenal. Seorang pengganggu.
Akhirnya aku berhasil keluar dari hutan dan menemukan sebuah padang rumput
yang sangat luas. Rumputnya tidak terlalu tinggi, namun juga tidak terlalu
pendek. Aku bahkan bisa melihat hutan yang ada di seberang. Suara yang
memanggilku semakin kencang dan semakin kencang. Kukira itu hanyalah
imajinasiku saja, sampai seseorang berlari keluar dari hutan membawa banyak tamu.
Seorang Knight keluar dari hutan dikejar banyak monster dibelakangnya. Wajah
yang asing, bahkan rambutnya sangatlah asing. Rambut yang dikuncir.
Namun nampaknya aku kenal dengan warna dan gaya bicara yang seenaknya itu.
“Dimo, kenapa kau diam saja? Ini aku, Zaki! Teman senasib dan sahabatmu.” Saat
kutahu bahwa itu adalah Zaki, aku langsung protes kepadanya
“Mana mungkin aku bisa menyadarimu dengan penampilanmu yang sangat berbeda
itu. (Mungkin dia dapat menyadariku dari
penampilanku yang sangat mirip dengan diriku yang asli.)” Aku bersiap
mengambil kuda-kuda untuk mengalahkan monster-monster itu. Dan saat Zaki sudah
dekat denganku, akupun langsung menarik pedang baruku dari sarungnya.
Melihat antusiasku, Zaki ikut berhenti berlari lalu berbalik untuk
membantuku “Baiklah, aku satu dan kau dua!” tangan kirinya mengambil perisainya
yang tergantung di punggungnya lalu tangan kanannya menarik pedangnya yang
masih tersimpan disarungnya. Monster-monster yang sedang kami lawan sebenarnya
ada tiga, yaitu 2 ogre raksasa dan satu mini manticore.
“Kalau begitu, kau urus satu manticore itu dan aku akan mengurus dua ogre
ini!” aku berlari kearah dua ogre tersebut saat keduanya sedang mengayunkan gada
kearahku. Aku merosot dibawah dua buah gada yang mengayun diatasku, lalu kupotong tangan kedua ogre tersebut
untuk melumpuhkan senjata mereka. Setelah itu kutebas salah satu kaki dari
kedua kaki mereka. Setelah sampai dibelakang mereka, aku menebas punggung
mereka dan membuat mereka lumpuh.
Aku melompat naik keatas kedua ogre tersebut lalu menusuk mereka berdua
bergantian. “Dimo, kurasa aku butuh bantuan kecil disini!” mini manticore yang
dilawan Zaki terus menyemburkan api dari mulutnya sehingga membuat Zaki tak
berkutik dengan hanya bisa berlindung dari api tersebut dengan perisainya. Aku
langsung melompat kearah mini manticore tersebut dan berniat untuk menebasnya.
Namun, monster itu menyadari seranganku dan terbang menjauh.
Tiba-tiba, tanpa kuduga salah satu ogre bangkit dan gadanya berhasil
mengenaiku dan Zaki. Kami sempat terpental beberapa meter, dan kelihatannya
kami sedang dalam keadaan genting. Aku dan Zaki langsung mendekat lalu
menghadap bertolak belakang untuk melindungi satu sama lain ”Gawat, aku tak
menduga bahwa ogre tersebut bisa memulihkan diri....” Lagi-lagi, mini manticore
tersebut kembali menyemburkan api kearah Zaki dan Zaki kembali menangkisnya
menggunakkan perisainya.
“Dimo, bagaimana ini? Apa kau punya ide?”
“Ada, jika mereka bisa menggunakan kekuatan. Maka kita juga bisa
menggunakkannya,’kan?” aku menjawab
“Masalahnya, aku tidak tahu bagaimana
caranya untuk mengeluarkan kekuatan.” Aku
dan Zaki terdesak. Aku tidak mungkin terus-menerus menebas ogre itu jika
dia akan terus pulih. “Apa tadi kita tidak diberitahu?” tanyaku.
“Tadi Mbak Dinda hanya berkata bahwa dilevel-level
tertentu, kita akan dapat membuka segel untuk mengeluarkan kemampuan.” Aku langsung mencoba mengobservasi kata-kata itu, dan pada
akhirnya aku menemukannya.
“Membuka segel, itu dia.” Zaki melompat
kekanan untuk menghindari api dari manticore itu, lalu dengan percaya dirinya dia
meneriakkan :
“Buka segel!”
Seketika semuanya menjadi hening, hanya
ada suara rumput-rumput yang bergoyang dihembuskan oleh angin. Mini manticore
kembali menghembuskan nafas apinya dan membuat Zaki kembali harus menahannya
“Dimo, tak terjadi apa-apa.”
Aku menemukan cara lain untuk
mengaktifkan kemampuan. Sebenarnya sangatlah simple, namun aku harus berpikir
untuk mendapatkan sepatah dua patah kata ini. “Open the seal” Aku berlari
kearah ogre tersebut lalu tabel dengan daftar skillpun terbuka. Didalam tabel
tersebut terdapat tulisan-tulisan mantra yang nampaknya harus kulafalkan. Tapi,
sebelum aku berhasil melafalkan kemampuan, ogre tersebut menyerangku dengan
gadanya. Aku menyadari serangan itu lalu menghindarinya dengan melompat. Saat
sudah mencapai ketinggian maksimal dari lompatanku, akupun mengucapkan mantra
dari kemampuanku yang pertama “Moonlight shard.”
Pedangkupun mulai bercahaya, membentuk
sebuah cahaya berwarna berwarna perak seperti bulan. Lalu bentuk dari ujung
pedangku mulai berubah menjadi melengkung. Aku mendapat sebuah ide, maka aku
ayunkan pedangku itu dan keluar cahaya-cahaya dari pedangku melesat dengan cepat
dan menusuk dada dari ogre tersebut. Namun, sebelum ogre itu mencapai ajalnya,
ogre tersebut menyemburkan sebuah cairan berwarna hijau kepadaku. Akibatnya,
darah yang terdapat dalam Hpbarku mulai berkurang sedikit-demi sedikit.
“Open the Seal, Fire Ball” Zaki
menyimpan pedangnya lalu mengangkat tangan kanannya. Perlahan, keluar sebuah
bola api dari tangan kanannya. Dengan kemampuan itu, dia berhasil mengalahkan
mini manticore. Saat dia melihatku, dia langsung berkata bahwa kita harus
mencari air lalu membasuhkannya kesekujur tubuh yang terkena racun.
***
Sementara itu, disaat yang sama cewek
berambut oranye yang ditemuiku sebelumnya sedang bertarung dengan seorang
wizard. Dia bersembunyi dibalik sebuah pohon sementara wizard itu sedang
melafalkan sebuah mantra-mantra sihir.
Dari tongkatnya, muncul sebuah pusaran
bola berwarna hitam yang semakin besar. Pada puncaknya, ukuran dari bola itu
sama dengan ukuran bola sepak. Setelah itu, bola hitam itu menerobos
pohon-pohon yang ada dan menyisakan
sebuah bekas di pohon yang sudah diterobosnya. Saat suara dari pohon-pohon yang
hancur mulai menghilang, cewek tersebutpun menengok ke pohon-pohon yang lainnya
untuk memeriksa keadaan. Dia sangat lega mengetahui bola hitam itu sudah tidak
ada. Tetapi, saat dia berbalik ternyata bola itu ada tepat dibelakangnya selama
ini.
Bola hitam itu mulai bercahaya dan tak
lama kemudian meledak. Untungnya, cewek tersebut berhasil menghindar dan
berpindah ke pohon lainnya sesaat sebelum bola hitam itu meledak. Dengan anak
panahnya yang tersisa 8, diapun mulai bergerak. Dia terus menembakkan panahnya
dan berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Saat dia sadari, anak panah
hanya tersisa 3 dan akibatnya dia hanya memiliki satu kesempatan yang tersisa
untuk mengeluarkan kemampuan. Dia membulatkan niatnya untuk mengerahkan
semuanya kepada skill miliknya. Dia kumpulkan seluruh kekuatannya kedalam panah
yang ditariknya sekuat mungkin. Saat kekuatannya sudah terkumpul dan dia hanya
tinggal melepas genggamannya, tiba-tiba ada suara yang menghampiri mereka.
“Zaki, lakukan sesuatu! Gara-gara kau
semua monster ini mengejar kita.” Aku dan Zaki berlari dari sekumpulan monster.
Berbeda dari sebelumnya, kali ini kami dikejar oleh 5 monster yaitu 2 ogre, 1
manticore, dan 2 ular raksasa.
“Apa maksudmu? Kau sendiri yang
menyarankan untuk menyerang mereka semua.” Kami terus berlari sampai akhirnya
kami sampai kepada cewek berambut oranye tersebut
“...(Di-dia,’kan... Dimo.)”
“Cih, pengganggu. (Ini diluar rencana.) Kalau begitu, sampai jumpa.” Wizard yang
bernama Kunto itupun menciptakan sebuah lubang hitam lalu menghilang bersama
lubah hitam tersebut.
“Tunggu dulu!” cewek berambut oranye
itu berusaha untuk menangkap Kunto namun dia terlambat. Ada satu hal lagi yang
menjadi masalah, yaitu monster-monster yang sedang berlari kearahnya. Dengan anak panahnya yang ada, dia mungkin
dapat membunuh satu atau dua monster. Tetapi, dengan kemampuannya, mungkin dia
akan dapat menghabisi tiga monster sekaligus. Tak lama kemudian, aku dan Zaki
berlari melewatinya.
Disaaat aku dan Zaki berlari, cewek
berambut oranye itu tak gentar. Dia maju sendiri dengan tiga anak panah di
tangan kanannya dan busur di tangan kirinya. Dia mengumpulkan kekuatannya di
ketiga anak panah tersebut dan meningkatkan fokusnya. Salah satu ogre berhasil
mendekatinya dan mengayunkan gadanya kearah cewek tersebut, namun dengan
mudahnya cewek tersebut menendang tangan ogre itu lalu melompat tinggi seperti
kelinci. Dia mendarat diatas gada milik ogre tersebut, lalu dengan cepat dia
tarik salah satu anak panah dan menembak kepala ogre tersebut. Setelah itu, dia
menarik kembali anak panah tersebut lalu melompat sebelum ogre tersebut
menghilang. Dia melompat dari salah satu ogre ke monster manticore dengan
sangat lincah.
Dia mendarat di belakang manticore lalu
menancapkan anak panah tersebut ke salah satu sayap manticore. Lalu, dia naiki
manticore itu. Dengan begitu, dia tarik kembali anak panah itu lalu memusatkan
kekuatannya ke tangannya dan menancapkan anak panah yang dia ambil kekepala
manticore yang ditungganginya. Dengan cepat dia sudah berhasil menghabisi dua
monster sekaligus. Kepada monster ular, dia tak terlalu rumit dalam
menghabisinya. Yang dia lakukan adalah terus menghindar sampai kedua ular
tersebut menggigit satu sama lain. Setelah itu dia panah kedua ular tersebut.
Namun, dia lupa dengan batasan yang dia punya. Tanpa dia sadari, ternyata dia
telah menggunakkan seluruh panah miliknya dan melupakkan satu ogre dibelakang.
Dia tak punya apapun untuk melawan
monster itu, sehingga yang bisa dia lakukan hanya menghindar dan menghindar.
Tetapi, sesaat lompatannya ke 6, kakinya tersandung saat mendarat dan
membuatnya terjatuh. Saat dia sadari, ternyata ogre tersebut sudah tepat ada
didepannya.
“Mau bagaimana lagi.” Aku menghentikan
langkah kakiku dan langsung berlari menuju ogre tersebut sebelum terlambat.
Melihatku, Zakipun berhenti berlari lalu membuat bola api. Saat gada itu
diayunkan, aku langsung menghentikannya dengan ogre swordku. “Kau,
menghalangiku!” aku memotong tangan yang memegang gada dari ogre tersebut, lalu
Zaki membakar ogre tersebut dengan kemampuan bola apinya. “Apa kau baik-baik
saja?” aku menyimpan pedangku lalu mengulurkan tanganku untuk membantunya
berdiri.
“Y-ya, terima kasih, Ramdhan.” Dia
meraih tanganku lalu bangun.
“Seharusnya aku yang berterima kasih.
Jika bukan karena kau, kami pasti sudah kewalahan.”
Cewek itu mengulurkan tangannya
“Perkenalkan, namaku Lentera. Senang bisa bertemu denganmu, Ramdhan, Zaki.” Aku
langsung menjabat tangannya lalu Zaki juga.
“Oh ya, apa kau tahu tempat dimana aku
dan temanku, Zaki, bisa membeli item?”
“Kebetulan sekali, aku juga ingin
ketempat itu untuk membeli anak panah.“ Lenterapun mempersilahkan kami berdua
untuk ikut bersamanya. Kami terus berjalan menyusuri hutan-hutan lebat, hutan
bambu dan beberapa sungai kecil.
Dalam perjalanan, kami sempat
membicarakan job-job kami. Zaki dengan job knightnya, Lentera dengan job
archernya, dan aku yang berbohong mengenai jobku dan hanya mengatakan bahwa aku
hanyalah sword master biasa. Kami juga sempat bercanda tawa tentang perilaku
Lentera yang terlihat agak gagap saat berbicara, khususnya saat dia berbicara
denganku.
Sepertinya,
dia adalah tipe orang yang tak biasa berbicara dengan orang asing.
Kami terus berjalan dan terus berjalan,
sampai-sampai kami sangat menikmati perjalanan ini dengan percakapan ringan dan
canda tawa yang selalu terlontar dari kami. Aku merasa seperti aku sudah pernah
mengenal Lentera sebelumnya, tingkah lakunya sangat mirip dengan teman
sekelasku yang pemalu yaitu Leila. Dengan sikap ramahnya, gaya bicaranya yang
gugup, dan bahkan ketulusan mereka berdua yang sangat mirip.
Tanpa kami sadari, ternyata toko yang
kami tuju sudah dekat. Terlihat dari jalan setapak yang mulai nampak. Kami
ikuti jalan setapak itu sampai akhirnya kami sampai ditempat yang kami tuju.
Sebuah toko sederhana dengan kayu sebagai bahan dasar dari temboknya dan daun
pohon pisang sebagai atapnya. Terdapat sebuah jendela kecil dibagian kiri toko
tersebut dan sebuah pintu yang terbuat dari bambu. Kami lekas memasuki tempat
itu, dan terdapat seorang penjaga toko yang penampilannya nampak seperti
seorang petani. Saat kami datangi pedagang itu, tiba-tiba muncul sebuah tabel
di hadapan kami bertiga. Satu tabel untuk setiap player yang ada. Ditabel
tersebut, seorang player bebas untuk memilih sejata, item, dan armor apa saja
yang ingin mereka beli. Tentu saja item yang dibeli harus sesuai dengan job
mereka.
Leila membeli 20 anak panah, Zaki
membeli beberapa ramuan dan sebuah pedang, dan aku diam-diam membeli beberapa
peluru cadangan serta sempat memilah-milih beberapa pistol. Aku sempat ragu
untuk membeli sebuah pistol Desert Eagle, karna jika jobku ini sebuah bug, maka
itu artinya aku hanya membuang-buang uangku. “Dimo, ada apa?” aku terkejut dan
langsung menutup tabel tersebut.
“Ti-tidak, tidak ada apa-apa. Hanya
saja harga senjatanya cukup mahal. (Job
aneh ini membuatku sangat kebingungan dalam memilih senjata.)”
Tiba-tiba, ada sebuah suara dentuman
yang sangat keras berasal dari luar toko. Lentera langsung keluar dari dalam
toko dan sangat tercengang. Hutan dan jalan setapak yang semulanya tersusun
rapih dan sangat alami berubah menjadi sebuah tempat yang sangat kacau.
Pohon-pohon hancur, daunnya berhamburan, jalan setapak menjadi hilang tak
tersisia, dan sungai kecil menjadi berantakan.
Tak lama setelah itu aku dan Zaki
menyusul Lentera keluar dari toko. Aku hampir dibuat tak percaya, hutan yang
baru saja kulewati berubah menjadi kacau balau seperti ini. “Ada apa ini?”
tanyaku.
“Sepertinya, kita diserang.” Lentera
menyiapkan busurnya lalu mengambil sebuah anak panah.
“Wah, wah, sepertinya kau mendapat
teman baru.” Muncul sebuah suara seorang laki-laki yang tak kukenal. Tetapi,
melihat dari reaksi Lentera yang langsung menjadi was-was, kurasa dialah wizard
yang tadi menyerangnya “Kebetulan sekali, aku juga mendapat teman baru.” Wizard
yang bernama Kunto itu muncul entah dari mana bersama teman-teman monsternya.
”Tak kusangka, wizard sepertimu dapat
mengendalikan monster. Pantas saja, ada banyak monster-monster yang tak sejenis
berkumpul, ternyata itu ulahmu.” Ejek Lentera.
“Tunggu dulu, jadi yang membuat banyak
monster berkumpul dan mudah diprovokasi itu ulah dia?” Zaki menarik pedang dari
sarungnya dan mengambil perisai yang dia gantung di punggungnya.
“Apa kau tidak malu, mengalahkan para
player dengan cara licik seperti ini?” aku ikut menarik pedangku.
“Persetan dengan itu! Yang kubutuhkan
adalah uang, bukan kehormatan. Jika seseorang sudah mempunyai uang, maka dengan
otomatis orang itu akan dihormati.” Aku tidak bisa mengelak dari pernyataannya
yang sebenarnya tidak terlalu salah. “Serang mereka!” monster-monster yang ada
disekitarnyapun mulai bergerak menyerbu kami. Jumlah monster paling banyak yang
pernah kita hadapi di dalam permainan ini.
“Dengar, kalian berhati-hatilah.
Monster Cerberus bisa melemparkan gelombang transparan yang dapat menyebabkan
halusinasi dan ilusi. Sebuah ilusi yang dapat membuat seseorang teringat
kembali dengan ingatan yang ingin dia lupakan. Setelah terkena ilusi itu,
seseorang akan menjadi tak sadar selama beberapa menit—bahkan ada yang sampai
satu jam. Saat dalam keadaan seperti itu, tubuh seseorang yang terkena
gelombang tersebut akan rentan terhadap serangan.” Aku dan Zaki mengangguk dan
Lenterapun berlari menuju kearah monster-monster tersebut disusul oleh kami
berdua.
Saat berada di udara, seorang Archer
akan menjadi sangatlah cepat secepat angin. Karena itulah lompatan seorang
archer sangat tinggi. Dia mengumpulkan kekuatannya lalu menembak buntut siluman ular sehingga membuatnya
lumpuh untuk sementara waktu dan menembak mata kanan dari ogre raksasa. Lalu
dia ambil salah satu anak panahnya dan menusukkannya ke mata kiri ogre tersebut.
Setelah itu dia tarik kembali kedua
anak panah itu, memutar baliknya lalu menusuk perut dari ogre tersebut. Dia
turuni ogre tersebut dan menendang kakinya sehingga ogre tersebut terjatuh dan
kedua anak panah itu menusuk sampai tembus ke punggung ogre raksasa itu. Tak
lama kemudian, dia melompat kembali, mengumpulkan energi dan menembakkan dua
anak panah ke siluman ular. Satu anak panah mengenai perut siluman ular itu dan
salah satu mengenai kepalanya.
Zaki menghunuskan pedangnya ke perut
goblin tersebut dan menyandranya. Saat minotaurus itu akan menyeruduknya, dia
melepaskan goblin tersebut dan melompat menjauhi mereka. Setelah goblin
tersebut terhempas dan musnah, dia membuat bola api dan menyatukan bola api itu
dengan perisainya. Minotaur itu kembali menyeruduk Zaki, namun dia sudah siap.
Dengan perisainya yang sudah dilapisi oleh api, dia menahan minotaur tersebut
dan membuat tanduknya terbakar.
Api yang mulanya hanya ada di tanduknya
itu menjalar ke bulu-bulu yang ada disekitar tanduk dan membakar habis seluruh
bulunya. Dia memanfaatkan momen tersebut dengan menyeruduk perut minotaur itu
dengan perisainya yang sudah kembali normal. Akibatnya, minotaur itu terhempas
dan terjatuh. Setelah itu dia naiki monster itu dan menusukkan pedangnya
keperut minotaur yang sudah dilumpuhkannya itu.
Sementara itu, monster manticore
raksasa yang sedang kulawan tiba-tiba terbang tinggi. Makhluk itu terbang
sangat tinggi dia sampai dititik dimana takkan bisa kuraih. Kurasa, mengalahkan
manticore terlebih dahulu lebih baik dari pada melawan cerberus. Karena, bagiku
manticore lebih menyusahkan dilihat dari kemampuan terbang dan nafas apinya. Aku
mendapatkan sebuah ide. Aku masuki toko lalu membeli seutas tali yang
panjangnya menurutku cukup untuk mengikat 4 orang.
“Apa kau yakin tentang ini, Ramdhan?”
Aku mengikatkan tali tersebut ketubuhku
“Ya, tentu.” Lentera mengumpulkan energi lalu menembakkan panah yang sudah
diikatkan dengan seutas tali yang terikat dengan tubuhku.
Akibat energi dari Lentera, anak panah
itu bisa meluncur lebuh jauh dan lebih cepat dari panah pada umumnya. Tak lama
kemudian, anak panah itu berhasil menusuk ke tubuh monster manticore itu
bersama dirikku yang terikat. Aku memanjat tali tersebut lalu kutancapkan
pedangku ketubuh manticore lalu menarik anak panah milik Lentera. Aku memanjat
tubuh manticore tersebut menggunakkan pedang dan anak panah milik Lentera.
Walau sempat hampir terjatuh, akhirnya aku berhasil memanjat keatas tubuh dari
monster ini. Setelah itu, aku memasukkan kembali pedangku ke sarung pedangnya
lalu aku melepas tali yang masih terikat di tubuhku dan menyimpannya. Nampak
manticore tersebut tak menyadari keberadaanku. Sampai aku menebas kedua
sayapnya yang keras secara bergantian tanpa sedikitpun berhenti.
Akibatnya, manticore raksasa yang
kunaiki mulai kehilangan keseimbangan dan membuatku harus berpegangan erat
kebulu-bulu di punggung manticore itu agar aku tak terjatuh. Aku tancapkan
pedangku ke punggung manticore ini lalu berpegangan erat ke pedangku itu.
Tetapi, aku tak bisa terus-menerus berpegangan kepada pedangku, maka dari itu,
aku tarik kembali pedangku dari tubuh manticore raksasa itu lalu kumasukkan
kembali pedangku ke sarungnya dan berlari menuju ketepian. Dari tepian, aku
melihat ketinggian yang ada. Lalu aku mundur dan kembali berlari lalu terjun.
Manticore yang kunaiki barusan menyadari keberadaanku lalu terbang meluncur ke
arahku dengan cepat. Melihat itu, aku langsung melemparkan Moonlight Shard
kearah manticore itu. Dia hampir saja berhasil menghindar dan hanya mengenai
sayap kanannya. Tetapi, kurasa itu tidaklah cukup untuk mengalahkannya. Sampai
tiba-tiba, ada gelombang transparan yang mengarah kepadaku. Aku berhasil
menghindar.
Walau begitu, gelombang itu mengenai
manticore raksasa yang tepat berada diatasku. Manticore raksasa tersebut
kehilangan kesadarannya dan mulai terjatuh. Karena masih berada di udara, aku
tak bisa menghindar. Maka, kutunggu hingga monster itu cukup dekat denganku
lalu tancapkan pedang dan anak panah ke tubuh manticore yang sedang dalam
keadaan tertidur itu dan memanjat kembali melalui bulu-bulunya yang lebat
menuju kebagian atas tubuh manticore itu untuk mendapatkan perlindungan
darinya. Agar tak terhempas saat mendarat, kuambil tali dari inventoriku lalu aku
ikatkan tubuhku tiga ikatan yang sangat erat ke tanduk dari manticore tersebut
lalu berpegangan erat.
Tak lama kemudian manticorepun
terjatuh. Membuat beberapa pohon disekitarnya tumbang dan patah. Hembusan udara
akibat tubuh dari manticore tersebut juga mengakibatkan daun-daun bertebaran
dan pohon-pohon bertumbangan. Debu dan asap memenuhi tempat itu, aku bahkan tak
dapat melihat sebatang rantingpun karenanya. Aku berhasil selamat dengan fall damage yang seminimum mungkin
karena aku mengikatkan tubuhku ketanduk manticore.
Kutarik pedangku lalu kupotong tali
yang terikat dengan tubuhku dan tanduk dari manticore ini. Monster manticore
raksasa yang baru saja kulawan hanya terkapar lemas tak bergerak seincipun. Tak
lama setelah aku turun dari atas tubuh manticore, manticore mulai bercahaya dan
menghilang. Namun, belum berarti semua ini sudah berakhir. Monster cerberus
liar dan Kunto si Wizard masih berkeliaran.
“Dimo, apa kau baik-baik saja?” aku
mendengar suara Zaki dari dalam hutan. Aku mendapat pesan dari sistem game
bahwa aku mendapatkan kemampuan atau skill baru yaitu Super Moonlight Shard. Tak
lama kemudian, suara gonggongan dari monster cerberus yang sangat keras sampai
memekakkan telinga. Hembusan angin yang keluar dari mulut monster itu membuat
asap dan debu yang menghiasi udara menghilang terbawanya. Aku menancapkan
pedangku ke tanah dan berpegangan kepadanya agar diriku tak terpental akibat
hembusan angin yang keluar.
Sementara itu Zaki dan Lentera
bersembunyi dibalik pohon untuk menghindari hembusan angin. Tak lama setelah
hembusan angin yang sangat kencang yang mungkin bisa meruntuhkan sebuah rumah
itu menghilang, asap dan debu kembali menghiasi udara dan membuat asap berwarna
coklat itu membatasi penglihatanku. Walau begitu, samar-samar aku bisa melihat
bayangan dari monster itu dari balik asap. Aku menarik kembali pedangku lalu
perlahan melangkah mundur. Aku melihat sekitar untuk mencari Zaki dan Lentera,
namun yang bisa kulihat hanyalah asap. Asap menghilang secara tiba-tiba. Aku
langsung menengok kelokasi dimana monster cerberus itu berada, tapi aku tak
bisa menemukannya. Namun, ada sebuah retakkan yang besar ditanah dimana cerberus
itu sebelumnya berada.
“Ramdhan, diatasmu!” Lentera keluar
dari dalam hutan menembakkan anak panahnya keatas—menembak kearah monster
cerberus yang melompat diatasku. Aku menengok keatas dan melihat monster
berkepala tiga(Kepala anjing), tepat bearada diatasku. Aku berlari menjauhi
tempat dimana monster itu akan mendaratkan tubuhnya yang sangat besar. Tetapi,
aku masih terpental akibat hembusan udara yang sangat kencang saat monster itu
mendarat. Aku kembali menancapkan pedangku ke tanah untuk menghentikan tubuhku
yang terpental, setelah itu aku melemparkan skill Moonlight Shard kearah
monster itu.
Sebelum kulemparkan, aku mulai berlari
mengitari monster itu. Aku terus berlari sambil menembakkan skillku itu kearah
monster cerberus, hampir seluruh moonlight shard yang kulemparkan mengenainya,
namun tak terlalu berdampak sangat besar kepadanya.
Dengan ukuran tubuh cerberus yang
hampir sama dengan monster manticore tadi, kurasa itu adalah hal yang wajar.
Tetapi, aku yakin, setiap monster pasti memiliki kelemahan. Aku terus mencari
kelemahan dari monster itu dengan menyerang kaki, perut, punggung dan ekor.
Namun, saat aku menyerang salah satu kepala, dampak dari serangan yang
kulancarkan berbeda dengan serangan sebelumnya. Saat itu kusadari, bahwa titik
lemah dari monster itu adalah kepalanya. Aku melompat keatas monster itu lalu
menebas kedua mata dari salah satu kepala, aku melompat ke moncongnya lalu
kutebas hidungnya. Lalu aku berpegangan kesalah satu kumis dari makhluk itu dan
melompat kebawah dengan berpegangan ke kumis itu. Aku menebas mulut dari
monster itu lalu kulepaskan peganganku dan mendarat.
Setelah mendarat, aku berlari dibawah
tubuh dari monster itu dan menebas bagian belakang dari keempat kaki yang ada.
Sebelum monster itu terjatuh, aku melompat keluar. Namun, dia menyadari
tujuanku dan langsung memukulku dengan buntutnya. Aku sempat terpental beberapa
meter. “Open the seal...” Pedangku mulai bercahaya, cahaya yang lebih terang
dan lebih besar dari biasanya.
“....Super Moonlight Shard!”
Aku berlari lalu melompat tinggi
setinggi yang kubisa, kurasa efek dari skill ini, membuat tubuhku menjadi lebih
ringan dari biasanya dan membuatku bisa bertahan lebih lama di udara. Kulemparkan
skill Super Moonlight Shard ke monster itu. Nampak sama seperti skill Moonlight
Shard, namun skill ini terlihat lebih besar, bahkan cukup besar untuk menebang
dua pohon sekaligus. Satu persatu cahaya melesat dengan cepat mengenai sekujur
tubuh dan kepala dari monster cerberus yang sudah terjatuh akibat seranganku
yang sebelumnya.
Kurasa, akibat seranganku itu, aku
berhasil mengalahkan monster cerberus itu. Tetapi, saat lemparanku yang
terakhir, monster itu mengeluarkan sebuah gelombang transparan dari dalam mulut
salah satu kepala, sebuah gelombang transparan yang berbentuk sebuah lingkaran.
Gelombang itu mengenai skill super moonlight shard terakhirku. Akibatrnya, super
moonlight shard itu berbalik mengarah kepadaku. Setelah mendarat, aku langsung
mengaktifkan skill moonlight shard dan melemparkannya ke super moonloght shard.
Membutuhkan tiga lemparan untuk
menandingi satu lemparan super moonlight shard. Tapi, masalah utama masih ada.
Gelombang transparan itu masih ada dan mengarah kepadaku. Aku menyarungkan
kembali pedangku lalu aku melompat menghindari gelombang itu. Kukira aku sudah
berhasil menghindar, namun ternyata masing-masing kepala dari cerberus itu
terus menerus melemparkan gelombang transparan itu kepadaku.
Tiba-tiba, salah satu kepala mendadak
bertingkah aneh dan menggonggong keatas. Langit yang cerah mulai memendung,
awan-awan yang putih berangsur-angsur berubah menjadi kelabu. Sebuah awan yang
nampak sangat tak bersahabat. Awan tersebut tak menurunkan hujan setetespun,
hanya petaka yang dia turunkan. Dari awan itu, keluar banyak petir berwarna
ungu yang sangat terang. Petir itu mulai menyambar kesana kemari tanpa pandang
bulu sedikitpun. Aku terus berlari dan terus berlari menghindari sambaran petir
tersebut. Aku terus berlari kedalam hutan tanpa mengetahui arah tujuanku.
Tiba-tiba aku melihat sebuah cahaya, seperti sebuah lorong penuh cahaya diujung
hutan. Entah kenapa, aku merasa bahwa itu adalah tempat teraman. Tempat paling
aman yang pernah kutemui. Aku memasuki lorong penuh cahaya itu, terus
memasukinya, sampai ketempat paling dalam yang kubisa. Lama kelamaan tubuhku
mulai bercahaya, aku tak bisa melihat. Cahaya yang sangat menyilaukan ini
membuatku tak bisa melihat.
Cahaya ini semakin memudar. Aku kembali
bisa melihatnya, tubuh kecilku. Aku merasa, seperti pernah melalui ini semua.
Pakaian yang rasanya kukenal, atmosfirnya, suasananya, keramaiannya,
permainannya, dan juga dirinya “Aku tak mengerti...”
“....Konsep dari game ini adalah.... Menjadi kuat, dan
melindungi semuanya .....”
“Hei.... Dimo, sadarlah!” suara
tersebut samar-samar bisa kudengar. Suara dari seorang penggangu. Aku tak tahu
lagi, apakah ini dunia nyata atau hanyalah sebuah fantasi. Suaranya terus
memanggilku, entah kenapa dia memanggilku begitu.
Apa
terjadi sesuatu kepadaku?
“Hei, sadarlah!!” Aku terbangun. Di
tengah hutan, dengan dua orang bersamaku. Awalnya aku tak bisa melihat, namun
cahaya yang terus menghalangi pandanganku perlahan memudar. Syukurlah, aku
masih bisa melihat mereka. Wajah yang pertama kali kulihat adalah wajah Zaki
dan Lentera. Nampak sepertinya mereka terus menerus memanggilku dan berusaha
membangunkanku. Zaki dan Lentera terus mencoba membangunkanku, walau itu
memerlukan waktu yang cukup lama. Tampak wajah Lentera agak memerah, alisnya
agak berkerut tanda kekhawatiran, dan kedua matanya yang nampak sedikit
berkaca-kaca.
“Zaki, apa yang terjadi?”
Zaki dapat bernafas lega setelah
melihat kondisiku yang sudah mulai tersadar. Dia bisa menyeka keringatnya yang
membasahi dahinya sementara Lentera akhirnya bisa mengusap matanya. ”Kukira kau
takkan sadar dan akan didiskualifikasi setelah terkena gelombang itu.“ Zaki
yang duduk disebelahku yang berbaring langsung bangun dan bersender dipohon.
Lentera hanya terdiam bisu, entah apa yang dipikirkan oleh cewek sepertinya.
Dia hanya terduduk lemas disebelahku.
“Tunggu dulu, dimana Kunto dan monster
cerberus itu?”
“Setelah aku dan Lentera
mengalahkannya, monster cerberus itu menghilang entah kemana.” Zaki
menghampiriku lalu mengulurkan tangannya. Aku menerima bantuan itu lalu bangun
dari tidurku. Lentera yang semulanya melamun, kembali dari lamunannya dan ikut
bersama kami berdua.
~BERSAMBUNG~
No comments:
Post a Comment