Halo semuanya.
Perkenalkan, saya admin baru di sini. Panggil aja saya Izul. Di web KnK Land ini, saya akan mengupload novel saya. Novel ini adalah novel remaja. Dan biasanya disukain sama WIBU remaja berusia 13 tahun hingga 18 tahun.
Novel ini terinspirasi dari sebuah anime yang berjudul SAO. Yah, emang gak terlalu penting sih, cuma kepengen kalian tau aja.
Yah, untuk terakhir, semoga kalian terhibur dengan membaca novel ini.
Oh ya, ini web novel jadi setiap minggu akan diupload 1 chapter. Mungkin dari kalian ada yang udah pernah baca novel ini di web-web khusus novel lainnya seperti Penana, Storial, dan Wattpad. Jika udah, plis jangan upload spoiler di sini.
Mari hargai semua pembaca yang belum mengetahui cerita keseluruhan dan semoga terhibur dengan novel ini :D
-------------------------------------------------------------------------------
Start Point
Untuk
pembuka, kurasa aku akan memperkenalkan diri. Namaku adalah Dimo Ramadhan, aku
berumur 15 tahun, seorang pelajar yang tampan. Aku tak mau membicarakan sesuatu
hal seperti percintaan dan semacamnya. Bukan karena jiwaku yang jomblo, aku
hanya, tak ingin membicarakannya. Kurasa cerita ini agak membosankan, kau tahu,
ini hanyalah sebuah cerita tentang seorang remaja dan sebuah permainan. Sebuah
permainan yang akan mengubah dunia, titik awal, Start Point.
Malam
itu aku terbangun, teringat dengan mimpiku tentangnya. Tubuhku basah karena
keringat yang terus mengalir, kantung mataku berlipat-lipat menandakan diriku
yang kurang tidur. Akhir-akhir ini, aku terus dihantui oleh mimpi itu, sebuah
mimpi yang tak bisa disebut menyenangkan, juga tak bisa disebut menyedihkan.
Aku bertanya-tanya kapan ini akan berakhir, namun jawaban yang kucari, tak
pernah kutemukan.
***
Beberapa hari kemudian, disekolah, aku
sedang duduk dikelas mendengar musik sambil meminum jus apel. Saat itu setelah
sepulang sekolah sehingga keadaan sekolah sangat sepi. Tiba-tiba ada yang
menarik earphone yang terpasang di telinga kananku, seorang pengganggu. Walau setelah dua hari aku tak bertemu
dengannya, lagi-lagi dia datang dengan sebuah masalah. Kau tahu, seseorang yang
selalu dan selalu mengganggu selama hidup adalah—tak lain dan tak bukan adalah,
sahabat.
“Ketemu juga, dari mana saja kau? Aku
mencarimu selama dua hari ini tahu.” Dia adalah Zakarya Maulana atau Zaki. Dia
adalah teman terbaikku dan teman masa kecilku, setidaknya, dialah satu-satunya
temanku. Rambutnya berwarna coklat dan dia tipe orang yang mudah bersahabat
dengan siapa saja.
“Game lagi?” Aku melepas earphone dari
telinga kiriku lalu menghabiskan jus apelku. Zaki menarik sebuah kursi dan
menaruhnya disamping mejaku
“Tentu saja, tapi kali ini ada yang
berbeda.”
“Dan apa itu?”
“Sebuah turnamen! Hebat bukan? dan
turnamen itu akan diadakan besok. Sebenarnya
turnamen itu adalah sebuah uji coba dari game yang sedang viral. Game
yang walau belum di rilis, namun sudah populer dikarenakan cuplikan gameplaynya
yang ada diinternet. Game yang berjudul Start Point.” Zaki melambaikan tangan
kanannya seakan akan ada tulisan Start Point ditangannya dan dia memasang
tulisan itu diudara.
“Bagus, sebuah turnamen? Wow. Dan kali
ini kau kira aku akan ikut bermain? Tidak. Ada yang harus kulakukan sepulang
sekolah.” Aku bangun dari kursiku dan berjalan mundur sambil berkata. Aku kira
takkan terjadi apa-apa, sampai aku berada di pintu keluar dan berbalik.
“Dimo awas!” Zaki berteriak. Dan itu
adalah sebuah teriakkan yang tak mubazir. Saat aku berbalik, aku melihat
seorang cewek yang nampak sibuk dilihat dari berkas-berkas absensi yang
dibawanya. Rasanya ada yang aneh, aku merasa seperti kenal dengan wajahnya,
namun ingatanku seolah-olah menghalangiku untuk mengenalnya. Rambutnya berwarna
hitam dan panjang. Matanya tajam dan menunjukan tingkat fokusnya yang amat
tinggi. Namun wajahnya terlihat dingin, dan dia terlihat terlalu terpacu kepada
hal yang dia lakukan tanpa melihat keadaan sekitar sama sepertiku.
Aku berusaha menghentikkan langkahku
agar hal yang tak diinginkan tidak terjadi, namun jarakku dengannya terlalu
dekat sehingga membuatku tak mungkin berhenti. Hari itu, aku tak sengaja
menabraknya. Atau dia, tak sengaja menabrakku.
Kertas yang tertiup angin berterbangan
kesana kemari, disaat kami berdua terjatuh. Saat aku membuka mataku, ternyata
aku menabraknya. Aku merasa bersalah karena itu dan langsung meminta maaf
kepadanya. Untuk menebus kesalahanku, aku langsung berdiri dan menangkap
kertas-kertas yang berterbangan ditiup angin. Setelah mengumpulkan beberapa
lembar kertas, aku melihatnya yang hanya terdiam bisu mengumpulkan kertas
absensi yang sudah terjatuh dilantai. Dia bahkan terlihat seperti tak
menganggap keberadaanku sama sekali. Setelah semua kertas yang berterbangan berhasil
kukumpulkan, aku berencana untuk langsung mengembalikannya namun tiba-tiba Zaki
langsung menarik seragamku dan membawaku kekantin.
Akibatnya, kertas yang sudah
kukumpulkan itu terlepas dari genggamanku dan bertebaran kemana-mana. “Tunggu
dulu, Zaki! Apa yang kau lakukan?” tanyaku.
“Menyelamatkanmu dari rasa malu. (Tadi itu.... kalung pengenal untuk turnamen
yang dia kenakan....)”
Sementara aku dan Zaki pergi ke kantin
ada seorang teman sekelasku yang tak sengaja lewat. “Lho, Sindy? Apa yang kau
lakukan disini? Tadi bu Rika mencarimu, lho.” Dia adalah Leila Fitriyani.
Seorang cewek pemalu yang ramah.
Rambutnya berwara oranye dengan sedikit
warna ungu dibagian bawahnya, matanya oranye dan cerah seperti buah jeruk segar
yang baru saja dipetik. Dan wajahnya yang selalu merona karena kebaikannya. ”Bukankah
itu Dimo dan Zakarya? Kenapa mereka berlari?” Leila yang sedang membantu Sindy
memungut kertas absen secara tak sengaja melihatku dan Zaki yang sedang
berlari. Setelah mendengar penjelasan dari Sindy, Leila tertawa kecil.
Keesokan harinya aku berhasil kabur
darinya. Entah bagaimana, aku berhasil menghindarinya saat sepulang sekolah.
Sekarang aku akan melakukan pencegahan tingkat ke-2. Aku akan mengunci pintu
rumahku, menutup gorden dan tidur sehingga saat dia mengetuk pintu rumahku,
takkan ada tanggapan dari dalam. Dengan begitu dia akan menganggap aku tak ada
didalam rumah.
Di hanyutnya tidurku, mimpi itu
tiba-tiba kembali. Sebuah mimpi yang tak kunginkan dan tak kuduga. Makin lama
aku terlelap dalam mimpi itu, makin tak nyaman ku dibuatnya. Akibatnya, pikiran
inipun memutuskan untuk menolak mimpi itu dan membuatku terbangun dari tidurku.
Hal pertama yang kulihat bukanlah hal pertama yang ingin kulihat. Hal yang
seharusnya pertama kali kulihat adalah atap-atap dari kontainer dimana aku
tinggal, namun yang kulihat adalah sesuatu yang berbeda dan tidak diduga.
Aku melihat sebuah jalan, dan
orang-orang yang sedang melewati kami diam seketika. Pusat perhatian mereka
langsung tertuju kepadaku dan Zaki. Aku bahkan dapat melihat sekumpulan ibu-ibu
yang menggosip setelah melihat kami. Itu bukanlah salahku, namun salahnya.
Lama-kelamaan, aku merasa seperti ada batu atau kerikil yang mengganjal.
Setelah aku sadari, ternyata selama ini Zaki menyeretku yang sedang dalam
keadaan tidur hanya untuk turnamen sialan miliknya.
“Tunggu dulu!” Aku langsung melepaskan
cengkramannya dari pakaianku dan langsung berdiri.
“Kenapa, Dimo?” Zaki bertanya kepadaku
seakan-akan dia tak melakukan hal yang salah sama sekali.
“Seharusnya aku yang bertanya kepadamu.
Bagaimana mungkin—bagaimana kau bisa masuk kedalam rumahku, hah?” Zaki langsung
terdiam dan merogoh kantung celananya. Dia terus merogoh celananya tanpa tau
dimana letak sebenarnya dari benda yang dia cari. Dia terus mencarinya sampai
dia menemukannya di kantung belakang celananya. Aku bisa tahu dari melihat
ekspresinya yang terlihat lega. Dari kantung belakangnya itu aku mendengar
suatu suara yang samar. Suara yang terdengar seperti suara gesekan antara dua
logam, kau tahu, seperti koin 500 yang bergesekkan dengan koin 200. Itu sangat
menyebalkan bagiku. Baiklah, setelah itu Zaki mengeluarkan sebuah kunci dengan
gantungan kunci berbentuk logam yang tercetak gambar monas di gantungan kunci
itu.
“Dengan ini... kunci duplikat. Hebat
bukan? Sebenarnya aku sudah mencoba untuk membangunkanmu, namun tidurmu terlalu
pulas. Jadi, aku mendapat ide untuk menyeretmu.” katanya dengan bangga
mengayun-ayunkan kunci tersebut. “Tenang saja, kau tak perlu berterima ka—“
Kekesalanku mencapai puncaknya, akupun langsung merebut kunci itu dan
melemparkannya kedalam got.
“—sih..... Apa yang kau lakukan, Dimo?!
Kunci itu seharga Rp.12.000.” Zaki langsung panik dan terus mencari kunci
berwarna perak itu didalam gorong-gorong got yang gelap.
“Sudah cukup main-mainnya. Sekarang aku
akan kembali kerumahku dan kau takkan bisa memaksaku untuk ikut kedalam
turnamen itu!” Dengan angkuhnya aku berjalan kembali kerumah meninggalkan Zaki
yang sibuk dengan kuncinya.
“Tunggu dulu, Dimo. Berhentilah!
Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri atas kejadian itu! Aku yakin pasti ka—”
Zaki berlari kearahku dan langsung memegang pundakku.
“Baiklah, baiklah, kau menang. Aku akan
ikut, namun hanya sekali ini saja.” Potongku.
***
Beberapa menit setelah itu, aku dan
Zakipun sampai ditempat dimana turnamen diadakan. Tak lain dan tak bukan yaitu
Bum Corp.
Bum Corp. adalah sebuah perusahaan yang
biasa mengeluarkan software-software dan game yang canggih. Karena itulah
perusahaan ini dijuluki dengan rumah lahirnya masa depan. Tempat terbesar yang
pernah kulihat gedungnya sangat tinggi sampai seakan-akan menembus awan. Lebar
gedungnya sebanding dengan panjang barisan dari 30 orang “Tempat ini, besar
sekali.” Aku memperhatikan gedung itu dengan sangat teliti, bahkan aku sempat mengira-ngira
seberapa besar ukuran gedung itu sebenarnya.
“Sudah kubilang,’kan? Tapi kau malah
berkata bahwa aku hanya membesar-besarkan.” Dia merogoh kantung celananya dan
mengambil dua kartu yang terlihat seperti sebuah kartu VIP. Kartu itu
sepertinya memang sudah dipesan untuk kami berdua dilihat dari adanya nama kami
di kartu itu. ”Ambil ini!” Zaki melempar kartu itu dan langsung kutangkap
diudara.
“(Kartu
pengenal?)”
Setelah masuk kedalam. Kami langsung
disambut dengan dua orang pengawal yang mengarahkan kami ke ruangan diadakannya
turnamen. Tapi sebelum itu, kami harus mendaftar ulang terlebih dahulu. Kau
tahu, menulis nama, alamat, alamat email, nomor telepon, bahkan foto. Namun ada
yang berbeda dari pendaftaran suatu game pada umumnya, disini kami berdua harus
mengscan salah satu sidik jari kami.
Setelah itu, kami dipersilahkan masuk
kedalam ruangan dimana turnamen diadakan. Untuk sebuah ruangan, kurasa tempat
itu sangat besar. Saat memasukinya, aku langsung dapat merasakan ketegangan dan
atmosfir khas sebelum dimulainya suatu turnamen. Semua orang terlihat sangat
tegang. Bahkan ada yang tak mengeluarkan sepatah kata sedikitpun. Sebenarnya,
aku tidak tahu game seperti apa Start Point ini, namun dilihat dari
popularitasnya, kurasa ini adalah permainan yang bagus. Setelah membeli cemilan
dan minuman, kami duduk di kursi yang berada di pojok ruangan. Disebelah kami
ada sebuah tangga, entah tangga itu tertuju kemana.
“Tunggu dulu, kalau tidak salah,
kau’kan....” Turun dari tangga ada seorang cewek yang nampak sangat tidak
asing. Terbukti dari saat-saat dimana kami pertama kali bertemu—bertabrakan.
Dia adalah cewek yang kutabrak kemarin, berbeda dari sebelumnya, kali ini dia
terlihat ramah dengan wajahnya yang tak terlihat dingin.
“Kau.... maafkan aku, karena sudah
menabrakmu kemarin.” Ujarku.
“Sebenarnya, akulah yang harusnya
meminta maaf. Aku terlalu fokus dengan apa yang kulakuan sampai-sampai aku tidak
memperhatikan sekitar.” Dia menghampiri kami lalu duduk disebelahku. ”Oh ya,
perkenalkan, namaku adalah Sindy Adhelani.” Dia mengulurkan tangannya sembari
tersenyum ramah.
“Namaku Dimo Ramadhan, dan yang ada di
sebelahku ini Zakarya Maulana, senang bisa berkenalan denganmu (Kurasa dia tidak sependiam yang kukira.)”
Aku menjabat tangannya lalu Zaki juga.
“Salahkan saja dia. Dimo memang seperti
itu, selalu ceroboh.” Rayu Zaki.
“Mungkin agak bodoh menanyakan ini,
tapi, apa kau juga ikut turnamen ini?” Dengan senyumnya dia menjawab.
“Ya, sebenarnya aku sangat suka bermain
game, terutama yang bertipe online seperti ini.”
Kami bertiga sempat mengobrol sampai
pada akhirnya aku melihat seorang cewek yang terlihat sangat gusar dan bingung.
Entah kenapa aku tak bisa melihat wajahnya namun aku seperti kenal dengan
rambutnya yang berwarna oranye dan ungu itu. Dia terus mundar-mandir di sekitar
kerumunan, sesekali dia melirik kearahku seakan-akan dia meminta tolong
kepadaku.
”...(a-apa yang dia lakukan disini? A-aku tak tahu kalau dia suka bermaian
game.)”
Cewek itu terus menerus melirikku
sehingga membuatku merasa kasihan dan langsung menghampirinya. Tanpa kuduga,
dia langsung berbalik membelakangiku tak lama setelah dia melihatku yang datang
menghampirinya. Akupun memegang pundaknya lalu bertanya.
“Anu, permisi.... dari tadi aku
perhatikan, kau terlihat sangat bingung. Apa ada yang bisa aku bantu? (Rasanya aku pernah melihat rambut ini
sebelumnya.)” Dia tak menjawab pertanyaanku dan terus diam sampai akhirnya
dia mulai mengeluarkan sepatah dua patah kata.
“T-tidak, maaf karena sudah membuatmu
khawatir, tapi, aku baik-baik saja. (Jika
Dimo tahu bahwa aku suka bermain game, mungkin dia akan menganggapku aneh dan
akan menjauhiku.)” Walau dia berkata seperti itu, namun aku merasa adanya
bumbu kebohongan yang ditaburi diatasnya. “Ma-maaf, ada yang harus kulakukan.
Ta-tapi, terima kasih sudah mengkawatirkanku. Sampai jumpa di pertandingan.”
Cewek berambut oranye itupun pergi dan menghilang diantara kerumunan.
***
Lampu-lampu yang menyala, mulai padam
satu-persatu. Lampu sorot yang awalnya mati mulai menyala mengikuti lampu yang
mati. Lampu yang terangnya seperti sinar bulan dalam kegelapan itupun langsung
berfokus kepada tiga orang. Suara microphone yang melengking tiba-tiba muncul
memekakkan telingaku. Microphone itu diketuk beberapa kali untuk mengecek
microphone itu menyala atau tidak. Berdirilah seorang pria gagah dengan pakaian
jasnya yang rapih. Rambut rapihnya juga membuatnya semakin terlihat cocok
dengan jas yang dikenakannya. Disebelahnya ada seorang pria tua yang berpakaian
simpel dan kursi rodanya yang canggih dan seorang cewek yang terlihat ramah dengan
rambut yang berwarna hitam sepanjang pundak.
“Para hadirin sekalian, maaf karena
sudah membuat kalian menunggu lama. Namaku adalah Indra dan saya adalah pembawa
acara di turnamen ini. Yang ada di sebelah kananku adalah Pak Bum Rahmatullah,
dialah pelopor, pencipta, dan pencetus ide dari permainan online yang bernama Start
Point. Sedangkan, yang ada disebelah kanan dari Pak Bum adalah Dinda Rohyani,
dia akan mensimulasikan tata cara bermain di game ini.” Indra dan Dindapun
mundur kebelakang sementara Pak Bum menggerakkan kursi rodanya kedepan. Lampu
sorot langsung berfokus kearahnya dan suasana langsung menjadi tegang. Dengan
semangat yang tinggi, dia mempersilahkan Pak Bum untuk berpidato sebelum
simulasi dimulai.
“Terima kasih Indra, atas sambutannya
yang begitu meriah. Namaku adalah Bum Rahmatullah dan aku adalah pelopor, pencipta, dan pencetus game ini,
konsep awal dari game ini adalah untuk membuat orang-orang yang fisiknya lemah
sepertiku agar merasakan bagaimana rasanya memiliki tubuh normal sekaligus
menyehatkan tubuh sang pemain dan lingkungan di sekitarnya, kenapa? Karena pada
saat avatar para player bergerak maka secara otomatis avatar dari player
tersebut akan mengeluarkan oksigen dan karbondioksida. Aku ingin masa dimana
manusia bisa hidup sehat dengan cara yang tidak terlalu rumit dan berbahaya,
aku ingin permainan ini menjadi sebuah fondasi dari masa depan umat manusia.
Menjadi titik awal, dari berubahnya kehidupan manusia. Sekian dari saya, terima
kasih.” Lampu sorot yang
menyinari Pak Bum mati tak lama setelah pidatonya selesai.
Setelah keheningan sesaat, lampu
sorotpun kembali menyala menyoroti Dinda yang berjalan maju ke depan. “Namaku
adalah Dinda Rohyani, dan akulah yang akan mensimulasikan tata cara bermain di
game Start Point. Start Point adalah sebuah game online yang berbasis rpg.
Namun, yang membuat Start Point berbeda dengan game rpg pada umumnya
adalah....” Dinda berhenti bicara lalu duduk disebuah sofa aneh yang tersambung
langsung dengan sebuah alat pengscan sidik jari.
Alat itu terletak di bagian kanan dari
lengan sofa. Setelah duduk, Dinda merilekskan tubuhnya di sofa lalu mengscan
jari jempolnya. Tak lama setelah itu, Dinda perlahan-lahan mulai memejamkan
matanya dan tertidur. Ruangan turnamen langsung ramai setelah itu. Semuanya
bertanya-tanya tentang apa yang terjadi sebenarnya terhadap Dinda sampai pada
akhirnya Indra menjelaskan kepada para peserta bahwa saat ini Dinda sedang
dalam mode hibernasi dan sebentar lagi avatar dari Dinda akan segera muncul.
Namun setelah beberapa menit, Avatar milik Dinda tak kunjung muncul, tak lama
kemudian para peserta diberikan sebuah kacamata berbentuk aneh.
“Untuk melihat avatar dari Dinda,
kalian harus memakai sebuah kacamata. Itu adalah kacamata khusus yang dapat
membuat non player bisa melihat avatar dari para player.” Semuanya tanpa
terkecuali mulai memakai kacamata itu namun kacamataku tak kunjung datang
sampai Zaki dan Sindy yang sudah memakai kacamata datang menghampiriku.
Sebelumnya, secara tak sengaja, Zaki melihat ada sebuah kacamata khusus itu
yang terjatuh saat salah satu staff yang membagikan kacamata masuk kedalam
kerumunan peserta. Melihatku yang belum mendapatkan kacamatanya, dia langsung
berasumsi bahwa kacamata itu seharusnya diberikan kepadaku.
Setelah memakai itu, kacamata itu
langsung mengscan mataku dengan sinar x. Tak lama setelahnya aku sempat merasa
pusing, namun perasaan itu perlahan menghilang bersamaan dengan munculnya
avatar dari Dinda. Tak ada yang berubah dari penampilan Dinda, namun yang
berbeda adalah pakaiannya. Dia memakai sebuah baju besi dengan sebuah perisai
yang tergantung di punggungnya seperti yang ada di abad pertengahan.
“Pada pemakaian untuk pertama kali,
kalian mungkin akan merasakan rasa pusing. Namun, untuk pemakaian selanjutnya, kalian
takkan mengalami hal itu kembali. Pada saat kalian log in, tubuh kalian akan
masuk kedalam mode hibernasi. Tenang saja, tubuh kalian dijamin 100% aman,
dikarenakan saat kalian memasuki mode hibernasi, akan ada sebuah medan energi
yang membuat orang yang menyentuh tubuh maupun semua alat yang tersambung akan
terpental dan tak sadarkan diri selama 24 jam.”
“Sekarang, kita akan mulai
penjelasannya. Yang membuat game Start Point berbeda dari game rpg lainnya
adalah, lokasi bermain dari game tersebut. Di dalam turnamen ini kalian akan
mulai dari Level 1. Dilevel-level tertentu, kalian akan dapat membuka segel
untuk mengeluarkan kemampuan. Untuk mendapatkan item-item yang bagus kami telah
menyebar monster-monster ke segala tempat di arena yang kami ciptakan, dan
kalian harus bertahan melawan para peserta lain dan Monster-monster itu. Dengan sistem permainan yang baru yang diciptakan oleh Pak
Bum, Start Point dapat beradaptasi dengan lingkungan di dunia nyata. Kedua,
Teleportasi. Cara untuk melakukan teleportasi adalah dengan cara meneriakkan
‘Teleportasi’, tak lama setelah berteriak akan muncul sebuah tabel. Didalam
tabel tersebut terdapat beberapa lokasi yang bisa kalian teleport, semakin jauh
lokasi tersebut, semakin besar pula mana yang akan digunakan. Jadi, sangat
tidak mungkin untuk berteleportasi dari satu negara ke negara lain. Saat tabel
tersebut muncul, kalian bisa mencari lokasi yang dituju dengan memikirkan
lokasi yang dituju. Setelah itu, secara otomatis tabel akan menunjukkan gambar
dimana lokasi itu berada dan informasi mengenai letak dimana tempat itu berada.
Untuk mengkonfirmasi kepindahan, kalian harus mengklik tabel tersebut setelah
tabel itu berubah menjadi sebuah gambar. Jika secara lisan tidak membantu, maka
aku akan menunjukkan cara berteleportasi itu sendiri.” Dinda mundur satu
langkah dan memejamkan kedua matanya. Dia mengambil nafas dalam-dalam lalu
meneriakkan kata Teleportasi. Setelah itu, semuanya berjalan sesuai dengan apa
yang dikatakannya barusan. Setelah selesai mengklik tabel, tubuh Dinda mulai
bercahaya. Tak lama kemudian cahaya itu berubah menjadi bola-bola kecil. Cahaya
itu sangat indah, seperti kumpulan kunang-kunang yang sedang menari di malam
hari.
Lampu sorotpun ikut mati dengan
kepergian Dinda. Sebuah layar proyeksi yang besar muncul dari bawah lantai dan
mulai menyala. Di layar tersebut terdapat Dinda yang ada di parkiran mobil. Dia
melambaikan tangannya tangannya agar kamera cctv dapat menyadari keberadaannya.
Diapun kembali berteleportasi masuk kedalam ruangan turnamen. Tak lama
setelahnya, dipersilahkan bagi para peserta untuk bertanya.
Zaki langsung mengangkat tangan
kanannya tinggi-tinggi “Jika game ini benar di dunia nyata, bukankah itu
berbahaya? Maksudku, apakah seorang player dapat menyakiti non-player?” Dinda
langsung menanggapi pertanyaan Zaki dengan menghantamkan sepatu besinya
kelantai dan membuatnya hancur. Para peserta langsung mundur dan tertegun
melihatnya.
“Pertanyaan yang bagus. Permainan
memang mengambil latar di dunia nyata, namun tidak benar-benar di dunia nyata.
Coba kalian lepaskan kacamata itu, maka lantai ini takkan hancur.” Aku
melepaskan kacamata ini mengikuti peserta lainnya.
Aku hampir tak bisa mempercayai mataku,
aku bahkan mengusap mataku beberapa kali. Lantai yang hancur itu, kenyataan
bahwa lantai itu hancur, menghilang begitu saja bersamaan dengan kacamata yang
kami lepas. Yang kulihat saat ini adalah, sebuah lantai yang utuh tak tergores
sedikitpun. Kami kembali memakai kacamata untuk melanjutkan simulasi. Setelah
kupakai kembali, lantai yang hancur tersebut sudah pulih kembali. Sepertinya,
game ini mempunyai sistem yang membuat segala sesuatu yang hancur akan pulih
kembali dalam beberapa menit.
“Selanjutnya, aku akan mengsimulasikan
cara untuk mengambil item atau senjata dari inventory. Sama seperti sebelumnya,
kalian harus berkata ‘Inventory’ untuk membukanya. Namun, kali ini kalian tak
harus meneriakkannya, kalian juga boleh mengatakannya dengan cara berbisik.
Setelah itu, akan ada tabel-tabel yang muncul didepanmu. Setiap tabel mewakili
barang-barang yang ada di inventory kalian. Dalam tabel tersebut, akan ada
item, nama item, kekuatan untuk senjata, fungsi, daya tahan, tingkatan senjata,
dan status senjata tersebut. Untuk mengambil barang atau senjata, kalian harus
meraih atau menarik bentuk 3D dari barang atau senjata dari tabel tersebut. Dengan
otomatis, bentuk 3D itu akan menjadi nyata dan tabel akan disembunyikan. Itu
juga berlaku kepada daftar pemain. Namun, kau hanya bisa mendeteksi pemain yang
ada disekitarmu, daftar pemain akan secara otomatis disegarkan saat avatarmu
mulai berpindah posisi. Namun, sistem ini tidak diaktifkan dalam turnamen ini
sehingga kalian bisa melihat daftar semua pemain yang ada. Selanjutnya, yang
terakhir namun bukan yang paling akhir, yaitu Menu Utama atau Main Menu. Cara
untuk membukanya masih sama. di main menu kita bisa melihat daftar daftar pilihan
yang bisa kita pilih. Diantaranya : Lihat Profil, Daftar Teman, Anggota Tim, Lihat
Peta, dan Istirahat. Dan aku yakin, kalian sudah tahu fungsi-fungsi dari
menu-menu tersebut. Yang paling terakhir namun paling utama, yaitu Log Out.
Cara melakukan log out masih sama, seperti cara-cara membuka inventori dan
membuka menu. Saat kalian mengaktivkan sistem log out, secara otomatis, avatar
kalian akan diteleportasi menuju ke samping tubuh kalian. Untuk mengkonfirmasi
log out, kalian hanya harus menyentuh tubuh kalian yang sedang dalam mode
hibernasi. Setelah itu, kesadaran kalian akan kembali ketubuh asli kalian dan
mode hibernasi akan dimatikan.” Semua lampu sorotpun dinyalakan kembali
bersamaan dengan Dinda yang menyelesaikan penjelasannya serta Pak Bum dan Indra
yang kembali maju kedepan.
“Dengan
selesainya simulasi dari Dinda, maka turnamen ini akan segera dimulai.”
~BERSAMBUNG~
No comments:
Post a Comment