Sebelum membaca novel ini, sangat disarankan untuk membaca chapter sebelumnya terlebih dahulu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Start Point
Diperjalanan, aku sempat berhenti lalu membuka daftar pemain yang ada. “Tersisa 5 player lagi....” gumam Zaki.
Menurut daftar pemain, Player bernama
Sisin berhasil menduduki peringkat ke-1, Lentera peringkat ke-2, Zaki berhasil
menduduki peringkat ke-3, Aku berhasil menduduki peringkat ke-4, dan yang terakhir
adalah player bernama Hitter. Nampaknya pemain di peringkat terakhir tidak
terlalu aktif didalam game ini, dilihat dari rating permainannya.
“Anu, kawan-kawan. Misalkan hanya kita
bertiga yang tersisa di turnamen ini, lalu bagaimana? Bu-bukan maksudku untuk
kasar, tapi.... kurasa aku takkan menahan diri untuk melawan kalian.” Sekarang
aku mengerti, kenapa sejak tadi Lentera selalu saja melamun. Kata-kata itulah
yang selama ini mengganjal di pikirannya.
“Kalau itu, kita pikirkan nanti saja.”
Dengan santainya aku mengatakan itu tanpa kupikirkan dua kali. Namun, memang
sejak awal aku tidak berniat untuk menang. Aku memang suka bermain game, tapi,
hanya saja aku tidak ingin menang untuk kali ini.
***
Sementara itu, di sisi lain hutan yang
lokasinya tak jauh dari tempat kami bertiga berada, ada sebuah pertarungan
antara dua pemain yang nampaknya sudah mencapai puncaknya. Sisin terus
menembakinya dengan seluruh peluru yang ada di pistolnya, namun sebanyak apapun
peluru yang mengenai lawannya, Hitter, selalu saja pulih. Sisin adalah seorang
gunner, sementara Hitter adalah seorang knight.
Tentu saja Sisin sangat bingung dengan
keadaannya saat ini. Sisin menendang kaki Hitter, membuatnya terjatuh. Hitter
yang sudah terjatuh langsung menahan tembakkan yang dilontarkan oleh Sisin
menggunakkan perisainya, lalu dia tendang balik Sisin. Dengan pedangnya, dia
menebas bagian perut Sisin. Menyadari itu, Sisin langsung menembak kearah
kepala dari Hitter. Tapi, dengan mudah dihindari oleh Hitter.
Hitter berhasil menebas perut Sisin
dengan pedangnya. Setelah itu, Sisin langsung melompat menjauh darinya. Sisin
mulai merasakan suatu hal yang ganjil, mananya dapat terkuras dengan cepat
walau dia tak banyak mengeluarkan skill, dan serangan yang mengenai tak pernah
berdampak parah kepadanya.
“...(Gawat...)” Sisin berlari menjauhi Hitter untuk mencari jarak
serangan yang tepat untuk dirinya menembak, namun dengan cepat Hitter dapat
mengejarnya. Hitterpun menebas punggung Sisin dan membuatnya terjatuh, saat
Hitter akan segera menyerang Sisin, dia menghindari serangan itu dengan
menggelindingkan tubuhnya menjauh dari Hitter. Setelah cukup jauh, dia langsung
bangun dan menembakkan peluru. Peluru itu melesat dengan cepat, cukup cepat
untuk membuat mata tak sanggup melihat arah pergerakkannya. Peluru yang awalnya
akan meleset itu tiba-tiba berbelok dan mengenai pundak dari tangan kirinya
Hitter. Itu cukup untuk membuat tangannya menjadi lemas sehingga dia tak bisa
mengayunkan pedangnya.
”Ada yang ingin kutanyakan kepadamu.
Kau ini..... sebenarnya apa?” Tanya Sindy.
Hitter menyarungkan kembali pedangnya lalu
menjawab. “Jika kau ingin mengetahuinya, kau harus mengalahkanku terlebih
dahulu. Itu juga, jika kau bisa.” Hitter mengangkat dagunya lalu menyeringai.
“Baiklah, jika itu maumu. Open the seal
: Storm bullet.” Sisin menembakkan
beberapa peluru beraliran listrik, yang sangat cepat. Bahkan peluru ini dapat
membakar sebuah pohon yang mengenainya. Seakan-akan peluru itu sebuah petir.
Hitter tertawa melihat serangan itu. Lalu dia pasrah, tak melakukan perlawanan
sedikitpun. Akibatnya, peluru itu mengenainya dan membuatnya tersetrum dan
terkena stun selama 10 menit. Tubuhnya hangus, dan gosong. Hitterpun terjatuh
tanpa berkata sedikitpun.
“Kurasa itu cukup....” Sisin berjalan
pergi meninggalkan Hitter. Namun, tanpa Sisin sadari, Hitter sudah berada
dibelakangnya, tanpa luka sedikitpun. “...(Apa?!)”
Sisin langsung berbalik dan akan segera memukul Hitter menggunakkan pistolnya,
namun Hitter memukul Sisin menggunakkan perisainya terlebih dahulu sehingga
jatuh.
“Sudah berakhir .....”
***
“Oh ya, tadi kalian membeli apa saja?”
Lentera duduk di bawah pohon lalu membuka inventorinya. “Aku membeli beberapa
ramuan, dan 20 anak panah.”
“Aku membeli beberapa ramuan dan
beberapa bom. Oh ya, ada sebuah ramuan yang bisa membuat seseorang yang
meminumnya menjadi bertambah kuat.” Zaki menghampiri Lentera lalu duduk
disampingnya, dia membuka inventorinya lalu memamerkan ramuan dan bom miliknya.
“Coba kulihat.” Aku berjalan santai
menghampiri mereka berdua yang sedang asik memamerkan barang-barang yang baru
saja mereka beli. Namun, tiba-tiba tubuhku menjadi semakin berat.
Semakin kuberusaha menggerakkan
tubuhku, semakin berat dan semakin sulit digerakkan. “Dimo, dibelakangmu!” Zaki
menunjuk kearah belakangku, dia nampak
sangat panik. Sementara itu, Lentera sudah siap dengan busur dan anak panahnya.
Nampaknya, kita menghadapi monster yang tak biasa.
“Memangnya monster macam apa yang ada
dibelakangku?” aku berusaha menengok sekuat tenagaku. Sedikit demi sedikit, aku
semakin bisa melihat bulu dari monster yang ada dibelakangku. Sebuah bulu dari
monster yang tak asing. Seekor beruang raksasa. “A-apa yang dilakukan beruang
disini?!” beruang macam apa yang bisa melakukan sihir seperti ini.
“Kurasa dia bukanlah beruang biasa.”
Jelas Lentera. Zaki langsung mengambil sebuah item dari inventorinya. Sebuah
item yang dia kira adalah sebuah bom. Dilihat dari tanggapanku dan Zaki, sepertinya
beruang ini dapat membuat orang disekitarnya menjadi tertekan. Zaki melempar
sebuah ramuan keberuang raksasa itu, sebuah ramuan berwarna hitam yang agak kental.
Pantas saja dia salah mengira itu adalah bom.
“Zaki, apa yang barusaja kau lempar?”
Zaki mengecek inventorinya, melihat
apakah ada ramuan yang hilang “Gawat, itu adalah ramuan pembaca pikiran.”
Sepertinya beruang itu menjadi murka akibat ramuan yang baru saja Zaki lempar.
Dia menarik kaki kananku lalu mengayunkan tubuhku sebelum akhirnya melemparku
ke Lentera. Akibatnya, aku dan Lentera terjatuh dan menimpa satu sama lain. aku
berusaha untuk bangun, tapi tubuhku masih terasa berat. Sepertinya, dia tak
kuasa menahan berat tubuhku. Akibatnya, wajahnya memerah, matanya menatap
wajahku dan matanya berbinar-binar.
“Ma-maafkan aku.... Le—”
Apa
ini? Tunggu dulu, aku bisa membaca pikirannya! Sepertinya, aku terkena cipratan
dari ramuan itu. Tunggu dulu, dia’kan.... Lentera itu....
“...(Di-Dimo.... di-dia terlalu dekat....)”
Beruang
itu menarik kembali kakiku dan melemparku kearah yang berbeda.
Melemparku kearah yang cukup jauh. “Mereka.....” aku melihat dua orang sedang
bertarung—selesai bertarung. Seorang Knight dan seorang Gunner. Tidak salah
lagi, Gunner itu adalah Sindy. Menyadari kedatanganku, Hitter melihat kearahku
dan membuat dia teralihkan dari Sindy. Sindy memanfaatkan momen itu dengan
menendang Hitter.
Namun serangan itu disadarinya dan
dapat dia tahan dengan perisainya. Lalu Sindy menendang salah satu kaki dari
Hitter dan membuatnya terjatuh. Sindypun langsung bangun dan melompat menjauhi
Hitter. Sindy lalu melihat kearahku yang terkapar jatuh di rerumputan, dia
merasa agak bingung dengan situasi saat itu. Kau tahu, dia baru saja menghadapi
seorang knight yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri, dan tiba-tiba dia
melihatku yang terlempar entah dari mana.
“Dimo!”
Zaki dan Lentera berlari menghampiriku.
“Dia, Zakarya dan Lentera.” Zaki dan Lentera membantuku bangun, mereka tak
menyadari keberadaan Sindy dan Hitter.
“Ka-kalian....” aku bangun, sedikit
menyapa Sindy “Yo, ada apa? Apa kau tak bisa mengalahkannya?”
Sindy menarik nafasnya dalam-dalam lalu
mengeluarkannya lewat mulut “Entah ini bug atau bukan, tapi Hpbar milik orang
itu selalu penuh kembali. Padahal kekuatan penyembuhan hanya dimiliki oleh
seorang Healer. Namun penampilannya nampak seperti seorang Knigt. Bukannya itu
aneh?” dengan begini sudah jelas. Aku bisa menarik kesimpulan atas lawan dari
Sindy. Kondisiku sama dengannya.
“Bagaimana jika kita menyerangnya
bersama-sama?” Lentera mengangkat busurnya dan menarik anak panahnya. Mengarahkannya
ke Hitter.
“Terdengar agak konyol, tapi bisa
dicoba.”
Sindy mengganti amunisi dari pistolnya
dengan amunisi yang baru, lalu dia ambil pistolnya yang lain, dan mengarahkan
keduanya kearah Hitter. Zaki menarik pedangnya dari sarung pedang lalu mengambil
perisainya yang tergantung di punggungnya. Mereka bertiga berjalan mendekati
Hitter lalu mengucapkan mantra bersamaan “Open the seal.”
“Storm bullet.” Kata Sindy.
“Fire element : Fire Breath.” kata
Zaki.
“Five Wind Arrow.” Kata Lentera.
Satu demi satu peluru beraliran listrik
keluar dari kedua pistol milik Sindy, api keluar dari dalam mulut Zaki seperti
seekor naga yang menyemburkan api, dan Lentera menembakkan lima anak panah yang
sangat cepat dengan dorongan angin. Kelima anak panah itu semakin lama semakin
berubah menjadi transparan dan semakin cepat seperti sebuah angin. Walau
begitu, Hitter nampak sangat santai dan tak merasa terganggu sedikitpun. Dia
melangkah satu langkah sambil mengucapkan sebuah mantra.
“Open the seal : Fire Bending”
Dari tubuhnya mulai keluar api, api itu
terus membakar sekujur tubuhnya. Setelah api itu sepenuhnya melahap tubuhnya,
dia mengarahkan perisainya ke depan. Api yang ada di sekujur tubuhnya perlahan
mulai disalurkan keperisai miliknya. Perlahan-lahan, api tersebut melebur
dengan perisai miliknya, membentuk sebuah perisai api yang sangat besar yang
sanggup untuk menahan seluruh skill yang diarahkan kepadanya.
Peluru-peluru petir, kelima panah
angin, dan nafas api milik Zaki tak sanggup untuk menandingi perisai api
tersebut. Perisai api itu semakin besar semakin sering kau serang, seakan-akan
perisai api itu menyerap energi dari semua serangan yang mengenainya. Setelah
seluruh serangan berhasil dia hindari, dia menghentakkan kakinya ke tanah.
Perisai api tersebut menyatu dengan tanah dan membentuk sebuah lantai api yang
bundar. Lantai api itu membesar dan semakin membesar dengan sangat cepat
sampai-sampai Sindy, Lentera dan Zaki tak sempat menghindarinya.
Setelah mereka menyentuh lantai api,
lantai tersebut berubah menjadi tali api dan mengikat mereka bertiga. “Tenang
saja, tali itu akan hilang dalam beberapa menit.” Hitter menengok kearahku lalu
menunjukku, dia mengangkat dagunya lalu tersenyum “Hanya saja, aku tertarik
untuk bertarung dengan orang sepertimu”
Aku tertawa mendengarnya. Tak kusangka
akan ada orang barbar sepertinya didalam pertandingan seperti ini.
“Apa yang lucu, hah?” Hitter berteriak
tidak terima melihat reaksiku. Nampak ekspresi kekesalan muncul dari wajahnya. Alisnya
berkerut, matanya melotot, dan dia menggigit bibirnya karena kekesalannya.
“Ini lucu. Ternyata bukan hanya aku
yang mengalami bug ini.” Hitter mulai merasa tak nyaman, ekspresi kesal
miliknya yang baru saja dia keluarkan langsung berubah menjadi sebuah ekspresi
kekhawatiran. Wajahnya mulai berkeringat dan matanya mulai melirik kesana
kemari.
“A-apa maksudmu? Aku adalah seorang
kni—”
“Tidak, kau adalah soerang Healer
Knight.” Potongku. Sindy, Zaki dan Lentera terkejut mendengarnya.
Bertanya-tanya apakah mungkin menggabungkan dua job.
“Kau juga, ya....?!”
Aku membuka inventori dan mengganti
ogre swordku dengan pedang yang tadi kubeli di toko. Perlahan, aku menarik
pedang baruku yang tersimpan rapat disarungnya, kilauan dari pantulan cahaya
yang dihasilkan dari pedang baru sangatlah terang. Seakan-akan pedang itu menghasilkan
cahayanya sendiri. “Benar, aku
adalah....” Aku mengambil pistol revolver berwarna perak seperti bulan yang
tadi kubeli lalu menodongkannya kearah Hitter “....Sword and Gun Master.”
Hitter langsung menarik pedangnya lalu
membuat sebuah kuda-kuda. Dengan perisainya didepan dan pedangnya yang sudah
siap untuk membelah apa saja yang ada di dekatnya.
“Baiklah, ayo kita mulai.”
Aku berlari kearahnya lalu menyerang
dengan pedangku. Namun berhasil ditangkis oleh perisainya, dia mendorong
pedangku dengan perisainya lalu mengibaskan pedangnya. Aku langsung mengadu
pedang itu dengan pedangku lalu, kedua logam itu berbenturan dan menciptakan
sebuah percikan kecil. Aku menembak
perutnya dengan revolver lalu aku menepis pedangnya. Aku segera melompat dan
akan mengeluarkan Moonlight Shard, namun dia melemparku denga perisainya yang
sudah dilapisi api. Membuatku batal menggunakkan moonlight shard, dan harus
menepisnya dengan pedangku. Setelah perisai itu berbenturan dengan pedangku,
perisai itu kembali seperti sebuah bumerang. Dia lalu membuat lantai api yang
sangat besar dibawahku “Gawat.”
Aku melempar pedangku kebawah lalu
berdiri bertumpu diatas pedang. Aku melompat kedahan pohon lalu berayun dari
pohon ke pohon keluar dari lantai api. Karena lantai api itu, pedang baruku
terjebak di tengah-tengahnya. Dari atas pohon, aku bersembunyi diantara
dedaunan, menunggu celah untuk mengambil pedangku kembali. Gawat, kurasa luka
di tubuhnya sudah pulih kembali.
“Kemana perginya kepercayaan dirimu
itu? Ayo serang aku, Ramdhan!” Sementara aku bersembunyi diantara pepohonan,
Hitter menghampiri pedangku. Dia menyarungkan kembali pedang miliknya lalu
menarik pedang milikku yang tertancap ditanah. Dia menghilangkan lantai api
lalu melempar pedangku “Ambil itu! Lawan aku layaknya seorang gamer!” Aku
menuruni pohon lalu mengambil pedangku kembali, aku melangkahkan kakiku menuju
kedepannya lalu aku menunjuk Hitter dengan pedangku.
Hitter menarik pedangnya lalu menunjukku
balik. Aku berlari kekanan sementara Hitter berlari kekiri, dia melemparku
dengan bola api yang besar, namun aku berhasil menghindarinya. Aku membalasnya
dengan moonlight shard, namun dia juga berhasil menangkisnya dengan perisai.
Aku berlari kearahnya lalu terus menyerangnya dengan tebasan pedangku. Aku
menembaknya beberapa kali dengan revolver namun setiap peluru berhasil dia
tepis dengan pedangnya.
Aku mengayunkan pedangku sekuat mungkin
dan menggadunya dengan perisai miliknya, sementara dia sibuk menahan
seranganku, aku menendang kaki kanannya, membuat dirinya kehilangan
keseimbangan. Kupukul kepalanya dengan bagian tumpul pedangku lalu aku menebas
perutnya. Namun, kurasa itu tidak cukup. Luka yang kuberikan kepadanya selalu
pulih kembali, sementara semakin lama aku akan semakin lelah. Aku melompat
mundur mendekati sebuah pohon.
“Sial (Ada apa ini? Kenapa manaku bisa terkuras secepat ini?)”
Hitter nampak tak kelelahan sedikitpun.
Tak setetespun keringat menetes dari tubuhnya, tak sedikitpun nampak adanya
rasa lelah di matanya. Yang ada hanyalah nafsunya yang membara untuk menang.
Sementara aku yang mulai merasa lelah, padahal baru beberapa menit aku
bertarung dengannya. Namun energiku sudah terkuras seperti ini. Dia tertawa
lalu berlari kearahku, dengan perisainya didepan, dia berlari dan berniat untuk
menabrakku dengan perisai apinya.
Seperti sebuah banteng yang menyerbu
matador, namun, kau tahu, matador selalu berhasil menghindar dari banteng.
Bagaimanapun situasinya.
Aku melihat ada sebuah dahan diatasku.
Sebuah dahan yang jaraknya tak terlalu jauh dariku. Aku menyarungkan kembali
pedangku lalu aku melihat kembali. Menghitung jarak antara aku dan Hitter,
disaat jaraknya sudah cukup, aku melompat dan meraih dahan untuk
menghindarinya. Hitter sempat mencoba untuk berhenti, namun berhasil aku
gagalkan dengan menendangnya saat aku menuruni ranting. Aku berusaha untuk
meninujunya, namun dia berhasil memukulku dengan perisainya. Aku membalasnya
dengan menembak pundak kanannya. Saat dia akan mengayunkan pedangnya, aku
menunduk lalu aku menendang kakinya.
Sejak awal, inilah saat-saat yang
kutunggu-tunggu. Ramuan pembaca pikiran, bekerjalah!
Sebelum Hitter terjatuh, aku mengadu
kepalaku dengan kepalanya sehingga aku bisa membaca pikirannya. “Sip....” Aku
menarik pedangku lalu aku menebas pundak kiri miliknya. Akibatnya, aku berhasil
membuat kedua tangannya melemas untuk sementara waktu sebelum dia pulih
kembali. Aku berlari menjauh darinya, menyimpan pistolku ke inventori. Lalu aku
memasuki sebuah hutan lebat yang penuh dengan pohon. Aku melompat, meraih sebuah dahan pohon, memanjat
menaikinya, dan bersembunyi dibalik daun-daun. Dia terus mencariku dengan
menghancurkan pohon satu per satu, namun dia tak pernah menemukanku.
Meski dia membakar pohon sekalipun, dia
tak bisa menemukanku. Aku terus menerus melompat dari satu pohon ke pohon
lainnya, membuat sebuah rencana, menurut apa yang sudah dia pikirkan. Disaat
dia merasa semuanya sudah diluar kendali, dia mulai melakukan penekanan melalui
kata-kata “Ada apa? Apa sekarang kau sudah menjadi seekor ayam pengecut?” Dia
berdiri ditengah-tengah hutan, merasa bahwa menghancurkan saja tidak cukup, dia
mulai mengeluarkan skill pengendalian api miliknya, lalu membuat lantai api
yang besar.
”Oh, jadi itu kata-kata terakhirmu?”
ejekku.
“Kau mungkin bisa berkata seperti itu
untuk saat ini, namun kau takkan bisa mengalahkan orang elit sepertiku.” Lantai
api tersebut perlahan-lahan melahap pohon disekitarnya. Pohon yang terkena
lantai api akan berubah menjadi abu dan hancur “Nah, sekarang apa yang akan
dilakukan oleh orang biasa sepertimu untuk mengalahkan orang elit sepertiku.”
“Kau mungkin orang elit. Namun, orang
elit sepertimu takkan mungkin bisa mengalahkan orang biasa sepertiku. (Dengan begini, rencanaku akan dimulai.)”
setelah kubaca pikiran miliknya, aku menyadari bahwa skill penyembuh miliknya
bisa menyerap energi dari player lain dalam radius beberapa meter. Itulah
sebabnya skill penyembuhnya tak kunjung habis. Sebelum pohon dimana aku
bersembunyi berubah menjadi abu sepenuhnya, aku pergi melompat dari satu pohon
ke pohon lainnya untuk menjauh dari Hitter.
Namun, suaraku terdengar olehnya. Hitter
menyarungkan kembali pedangnya lalu menaruh tangan kirinyanya di tanah, dia
menarik lantai api dan mengubahnya menjadi tombak. Dia mulai berlari mendekati
sumber dari suaraku. Walau begitu, meski Hitter mengejarku, aku harus tetap
fokus mencari lokasi yang cocok dan tak terlalu jauh untuk mengeksekusi
rencanaku.
“Ketemu....” disaat aku sudah menemukan
lokasi yang cocok, ada sebuah tombak api yang melesat disebelahku—hampir
mengenaiku, namun meleset. Aku menutup tabel teleportasi lalu menengok
kebelakang. Tak salah lagi, tombak api itu berasal dari Hitter. Dia berlari
tepat dibelakangku (dibawah, karena aku sedang melompat dari pohon ke pohon
lainnya.) dari tangan kirinya terus menerus keluar tombak api yang terus
menerus dilemparkannya kearahku. Namun aku harus tetap fokus, aku melompat
setinggi mungkin untuk melihat apakah ada pohon yang cukup tinggi disekitarku.
Aku beruntung. Aku menemukan sebuah pohon yang cukup tinggi—lebih tinggi dari
pohon disekitarnya. Namun, tiba-tiba kaki kiriku terkena tombak api. Membuatku
yang sedang melompat terjatuh.
“Gawat.... Tapi....”
Dengan kakiku yang terluka, aku menarik
pedangku lalu menggunakkannya untuk membantuku berdiri. Hitter menarik
pedangnya lalu menyatukannya dengan api, menciptakan sebuah pedang api yang
dapat membakar apapun yang dipotongnya. Dia mengayunkan pedangnya kearahku,
namun pedang api yang sangat panas itu berhasil ditahan dengan pedangku.
Walau aku harus menggunakkan kedua
tanganku untuk menahan pedang api itu. Dia memukulku dengan perisainya, dan aku
langsung membalasnya dengan menendang perutnya dengan kaki kananku. Membuatnya
sedikit mundur akibat daya dorong dari kakiku. Untuk membuatku tak harus menahan
pedangnya dengan kedua tanganku, aku menggunakkan moonlight shard untuk
memperkuat pedangku. Menciptakan sebuah moonlight sword. Walau begitu, saat
tidak dilemparkan, moonlight shard mempunyai durasi pemakaian selama 15 detik
sehingga aku tak bisa terus menerus menahannya. Dengan waktu yang terbatas itu,
aku terus menerus menahan serangannya.
Mengadu cahaya bulan berwarna perak
yang sangat terang ini dengan api berwarna merah yang membara. Pada akhirnya,
aku tak bisa terus menerus begini. Pada saat detik detik terakhir dari skill
moonlight shard, aku mengayunkan pedangku ke tanah sehingga membuat debu
berwarna coklat yang ada di tanah tersebar ke segala arah. Aku memanfaatkan
momen itu untuk bersembunyi di pohon yang paling tinggi di sekitar yang kutemukan
tadi dan menunggu saat yang tepat.
Aku memanjat pohon itu keatas dahan
ranting yang paling tinggi untuk memudahkanku untuk menggunakkan sniper yang
diam-diam kubeli di toko. Aku membuka tabel inventori lalu meraih sniper. Aku
membuka penutup dari scoope sniperku. Dengan sniperku itu, aku bisa dengan
mudah memantau Hitter. Skill penyembuhan milik Hitter bukanlah skill yang
pasif. Sehingga dia dapat mengaktifkan dan menonaktifkan sesuka hatinya. Skill
itu akan menghisap mana dari player disekitarnya, namun disaat tidak ada player
lain disekitarnya, skill itu akan menghisap mana miliknya sendiri. Menurut
perhitunganku jarak pohon dimana aku bersembunyi cukup jauh dari lokasi Hitter
berada. Itu akan membuatnya harus menonaktifkan skill penyembuh miliknya. Ditengah-tengah
asap, aku bisa melihat cahaya berwarna merah yang dipancarkan dari pedang
miliknya, ini tentu menguntungkan bagiku. Cahaya berwarna merah yang tercampur
dengan warna coklat dari asap debu. Walau dari jarak yang cukup jauh, aku bisa
melihatnya dengan jelas. Keuntungan ini membuatku bisa melihat arah kemana dia
bergerak. Saat asap yang menyelibungi area dimana Hitter berada mulai
menghilang, dia pasti akan menyadari bahwa aku sudah menghilang.
Namun, rencanaku sudah dimulai. Aku
sudah menhafal kordinat dari lokasi itu, sehingga memudahkanku untuk
mengeksekusi rencana. Disaat asap sudah menghilang sepenuhnya, sudah tentu dia
akan langsung mencariku. Disaat itulah, dia akan melihat sebagian depan dari sepatuku yang sudah
kulepas sesaat sebelum aku berlari kepohon. Aku menaruhnya di samping belakang
dari pohon yang arahnya berlawanan dengan Hitter, namun aku sengaja membuatnya
agak maju sehingga bisa dilihat olehnya. Sesuai rencana, Hitter melihat
sepatuku dan menghampirinya. Yang tinggal kulakukan hanya menunggu.
Saat Hitter sudah sampai didepan pohon
dimana aku menaruh sepatuku dibagian belakangnya, aku langsung menembakkan
peluru sniperku. Suara dari sniper menggelegar, pelatuk yang kutarik membuat
sniper mendorong sebuah peluru keluar dari mulutya. Peluru itu melesat dengan
cepat, seakan-akan peluru itu membaur dengan angin. Aku mengkokang kembali
sniper itu lalu menyimpannya ke inventori dan menarik pedangku keluar dari
sarungnya. Namun, tentu saja Hitter dapat mendengar suara saat sniper ini
menembakkan peluru.
”Gawat!”
Dia langsung berbalik dan menepis
peluru yang kutembakkan dengan perisainya. Tetapi, saat itu tiba, dia sudah
terjebak. Sejak awal, Hitter adalah seekor ngengat yang terjebak dijaring
laba-laba. Tak mampu melepaskan dirinya dari jeratan jaring laba-laba, hanya
bisa menunggu ajalnya. Aku berteleportasi kekordinat yang sudah kuhafal, yaitu
lokasi didepan pohon itu, atau bisa dibilang, dibelakang Hitter.
“Dia....” Hitter sempat akan
mengaktifkan skill penyembuhan miliknya, namun itu sudah terlambat.
Dibelakangnya ada aku yang berdiri tegak dengan tangan menjulang keatas yang
menggengam pedang yang bercahaya berwarna perak seperti cahaya bulan.
“Skakmat!” Dengan pedangku yang sudah
digabungkan dengan skill super moonlight shard, aku menebas punggung Hitter
dengan lebar.
”Bersinarlah, Super Moonlight Sword
Slash!”
Pedang dengan cahaya berwarna perak
terang yang cahayanya indah itu menebas punggung Hitter. Serangan itu sangat
berdampak besar, salah satunya adalah membuat Hitter terkena stun selama
beberapa menit. “Aku, kalah?” Hitter terjatuh ke tanah dengan rumputnya yang
dikit dan tipis. Pedang apinya yang membara perlahan mulai meredup dan kembali
menjadi pedang biasa. “Pertarungan ini, sudah selesai....” aku menonaktifkan
skill super moonlight sword, lalu menyarungkannya kembali.
“Tak kusangka, aku akan kalah dari
orang sepertimu.”
Hitter tertawa lega, dengan tubuhnya
yang terlentang ditanah, tampak lemas dan tak mampu bergerak sedikitpun akibat
stun. Aku berjalan menghampiri pohon, lalu duduk bersandar. Dibawah naungan
pohon yang asri dan sejuk
“Tapi, bukan aku yang akan
mengakhirimu, tapi dia.” Aku menunjuk kearah sebuah pohon. Dari balik pohon,
keluarlah seorang perempuan berambut panjang yang kukenal.
“A-aku?”
Sindy menunjuk dirinya sesaat keluar
dari balik pohon. “Ya, karena dari awal ini adalah pertarunganmu.” Aku yang
sedang terduduk santai menikmati sejuknya angin dan teduhnya pohon menunjuk ke
Hitter yang sedang terlentang lemas dan Sindy yang berjalan menuju ke kami
berdua. Sindypun membuka inventori dan mengambil pistolnya. Lalu dia kokang
pistol itu dan langsung menarik pelatuk dari pistol tersebut, membuatnya
mendapatkan final attack dan secara resmi menjadi orang yang telah mengalahkan
Hitter. Tubuh Hitter yang sudah tertembak, mulai bercahaya lalu berubah menjadi
butiran-butiran cahaya yang terbang terbawa angin. Tak lama setelah itu, Zaki
dan Lentera berlari keluar dari dalam hutan menghampiri kami berdua.
“Dimana Hitter? Apa dia sudah kalah?”
Zaki menaruh kembali perisainya ke punggungnya lalu menyarungkan kembali
pedangnya sementara Lentera yang sudah siap dengan busur dan anak panahnya
menyimpan kembali anak panahnya dan menaruh busurnya ke inventorinya.
“Ya, Sindy sudah mengalahkannya.” Aku
kembali berdiri lalu membersihkan bagian belakang celanaku dengan
menepuk-nepuknya. Sindy menyimpan kembali pistolnya kedalam inventorinya
“Ti-tidak, sebenarnya—”
“Yak, sekarang tinggal kita berempat.”
Potongku. Zaki menghampiriku lalu menepuk-nepuk punggungku, dia mulai tertawa
dan mengeluarkan ekspresi menyebalkan yang biasa dia keluarkan disaat-saat
seperti ini.
“Kau ini, dari dulu tak pernah berubah.”
Bahkan yang dia katakan terkadang membuatku kesal. Dia mulai mengeluarkan
sebuah senyuman sok akrabnya dan mulai memejamkan matanya “Kau tahu, aku dan Dimo
sudah lama kenal. Dia it—” Aku melihat
ada sebuah robot pengawas (robot yang kerjanya seperti sebuah cctv, namun dia
akan berkeliling area.) disaat robot itu melirik kearah kami, aku melihat
kearah kamera dan langsung mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi.
“Aku menyerah...!”
Seketika, mulut Zaki yang awalnya terbuka
lebar langsung tertutup sekejap. Senyum dan matanya yang tertutup langsung
terhapuskan, yang ada hanya tatapan kosongnya setelah mendengar penyataanku.
Sindy dan Lentera yang tatapannya terfokus ke Zaki langsung menengok kearahku
dan menatapku kebingungan.
“A-apa maksudmu, Dimo? Bukankah kita
hanya butuh selangkah lagi menuju kemenangan.” Zaki langsung memegang kedua
pundakku lalu mengguncang-guncangkan tubuhku. Semakin lama, dia semakin kencang
mengguncangkan tubuhku sehingga membuatku mulai pusing.
“Dengarkan penjelasanku dulu!” Aku
melepaskan tangan Zaki yang mengguncang-guncangkan tubuhku karena aku mulai
merasa pusing. “Aku punya alasan yang
kuat untuk ini.... kau tahu, aku tak mungkin bisa melawan seorang cewek yang
sedang berusaha mengumpulkan dana untuk biaya oprasi neneknya. Ya,’kan?
Lentera? Atau boleh kupanggil Leila?” Setelah mendengarnya, pipinya langsung
memerah padam, dan matanya yang berwarna oranye seperti buah jeruk itu langsung
berbinar. Zaki dan Sindy lagi-lagi dibuat terkejut, terlihat dari reaksi mereka
yang langsung menengok Leila.
“Se-sejak kapan kau tahu?” Leila
sedikit mengeluarkan senyum kecutnya.
“Kalau itu, saat Zaki melempar ramuan
pembaca pikiran, kau tahu, aku terkena sedikit cipratan dari ramuan itu, dan
beruang itu melemparku... kau tahu, sejak itu.” Leila berbalik, nampak seperti
mengusap wajahnya, aku hanya bisa melihatnya dari belakang.
Efek dari ramuan pembaca pikiran juga
sudah habis sehingga aku tak tahu apa yang dia pikirkan. Leila sedikit menengok
dari belakang, pipinya masih memerah, dan matanya masih terlihat berbinar
“A-apa kau benar-benar akan menyerah dan keluar dari pertandingan?” Aku kembali
menghampiri pohon tadi, lalu kembali duduk bersantai. Aku menaruh kedua
tanganku kebelakang kepala lalu bersender diatasnya, aku menutup mataku dan menikmati
angin yang berhembus dari atmosfir yang sejuk ini.
“Tentu saja, kenapa tidak?”
“Kalau begitu....” Zaki menghampiriku
lalu duduk disebelah kananku. Sebelum dia bersandar ke pohon, dia mengambil
perisainya yang terpasang di punggungnya lalu menaruh benda logam itu disebelahnya
“...aku juga menyerah.”
Sindy tersenyum lalu menghampiriku “Aku
juga.” Dia duduk disebelah kananku bersender kepohon berwarna coklat dengan
daun-daunnya yang berwarna hijau yang menjulang keatas. Leila yang awalnya
menengok kembali membelakangi kami bertiga. Dia mengusap matanya lalu berbalik
kearah kami bertiga dengan senyum tulusnya.
“Te-terima kasih.”
Tubuh kami mulai bercahaya, dan kami
mulai melihat cahaya-cahaya. Tak ada hal lain yang bisa kulihat selain
cahaya-cahaya itu.
***
Aku membuka mataku melihat Zaki, Sindy,
dan Leila yang berdiri didepanku, memastikan apakah aku sudah terbangun atau
tidak. Seluruh lampu sorot langsung menyorot ke Leila, semua cahaya itu
berkumpul disatu posisi. Konfeti digunakkan, dan kertas berwarna-warni mulai
keluar menghiasi ruangan. Semua peserta mulai bertepuk tangan atas kemenangan
Leila. Tak lama kemudian, salah satu
lampu sorot berpindah menyoroti seseorang yang berjalan melewati kerumunan
peserta.
“Selamat atas kemenangannya, Leila
Fitriyani.”
Sementara Indra menyambut kemenangan
Leila, aku hanya berdiri bersender disudut ruangan—ditembok. Kurasa, aku
bukanlah orang yang cocok untuk berbaur dengan mereka.
Tak lama kemudian, seseorang datang
menghampiriku. Seorang laki-laki tinggi berambut pendek dengan kacamatanya yang
menonjol. Jaket berwarna coklatnya dan celana jeans berwarna hitam membuat
dirinya tak terlalu menonjol. Dia membawa satu minuman soda (minuman kaleng) di
tangan kanannya. Dia menghampiriku lalu berdiri disebelahku, dia menengokku
untuk memastikan sesuatu lalu bersandar ditembok.
“Pertarungan yang bagus, kau adalah
pemain yang hebat.” Dia berhenti bersandar lalu mengulurkan tangannya, berniat
untuk berjabat tangan denganku. Aku tanpa pikir panjang langsung membalas jabat
tangan itu “Namaku adalah Adi Rahmawadi, atau Hitter. Oh iya, maafkan
kelancanganku saat didalam game, aku benar-benar minta maaf. Sebenarnya, aku
tak bersungguh-sungguh berkata seperti itu, tujuan sebenarnya adalah untuk
membuat lawanku tak segan saat melawanku.”
Aku tertawa “Apa kau benar-benar
Hitter? Ternyata kau tak seburuk dugaanku.” Adi tertawa balik lalu meminum sodanya
“Ya, aku sudah biasa diperlakukan
seperti ini. Tapi rasanya, kali ini aku salah pilih lawan.”
“Tidak, kurasa kau tidak salah. Aku
bahkan dibuat repot karena kekuatan penyembuhmu itu.”
Tak lama kemudian, Zaki datang
menghampiri kami berdua. Dia membawa sebuah makanan ringan (keripik kentang,
mungkin?) bersamanya. Dia melihat bahwa ada seseorang yang tidak dia kenal
bersamaku. Diapun menghampiriku dengan tatapan anehnya terhadap Adi. Dia
berbisik kepadaku menanyakan siapa orang yang ada disebelahku. Aku menjelaskan
kepada Zaki bahwa orang yang ada disebelahku adalah Adi atau Hitter. Zakipun
langsung menghampiri Adi lalu berjabat tangan dengannya “Perkenalkan, aku Zaki.
Kau tahu, knight yang kau lawan tadi.” Adi tertawa terbahak-bahak lalu
menghabiskan colanya.
Pada akhirnya, Zaki dan Adi mengobrol
bersama dan nampaknya mereka melupakan keberadaanku. Dari speaker yang
terpasang di plafon ruangan, mulai keluar sebuah suara berbunyi ‘Ding’ selama
tiga kali lalu ada suara seorang Dinda “Perhatian, pembagian hadiah yang
dipersembahkan oleh Bum Corp. akan segera dimulai.” Seluruh perhatian langsung
berpusat kepada Pak Bum, Indra dan Dinda. Membuat hawa keberadaanku semakin
menipis. Zaki dan Adi yang sudah melupakan keberadaanku langsung pergi menuju
kekerumunan peserta yang sedang menyaksikan pembagian hadiah tanpa menyadari
kehadiranku sedikitpun.
Sementara mereka yang sedang sibuk,
kurasa aku akan pergi. Lagi pula, kurasa aku sudah tidak dibutuhkan lagi
disini. Aku menaruh tanda pengenalku di kotak pengembalian lalu keluar dari
gedung Bum Corp. Nampak tak ada yang menyadari kepergianku. Namun, Leila yang
sedang diberi hadiah utama sepertinya melihatku pergi melintas keluar dari
ruangan turnamen.
~BERSAMBUNG~
No comments:
Post a Comment