Oke akhirnya, 2 chapter akhir yang akan mengakhiri Part 1/Vol 1 novel ini.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Start Point
“Kak Anna, bertahanlah!” Salah seorang
menghampiri Mbak Anna dan memberinya penanganan medis. Dan yang satunya berdiri
melindung Mbak Anna.
“Kau... berani-beraninya kau melakukan
ini kepada Kak Anna” Dia mengangkat kedua tangannya dan mengarahkannya ke
depan. Di depan telapak tangannya mulai keluar bola api yang perlahan semakin
membesar. Bola api itu terus membesar dan terus membesar sampai ukurannya
hampir memenuhi lorong.
“Hentikan, kau bisa melukai semua yang
ada di lantai ini, Eni, Ani!” Mbak Anna keluar dari dalam ruang kelas sembari
menekan perutnya seakan-akan terdapat luka di perutnya. Tak lama setelah Mbak
Anna keluar dari ruang kelas, tubuh Mbak Anna yang sudah tertusuk pedang mulai
bercahaya dan menghilang.
“Kak... Anna.” Eni yang sebelumnya
sedang merawat luka dari tubuh Mbak Anna yang menghilang perlahan berdiri dan
memeluk Mbak Anna. Melihat kondisi Mbak Anna yang baik-baik saja, Ani langsung
membatalkan bola apinya dan menghampiri Mbak Anna.
“Tapi... bagaimana bisa? Padahal
Barusan...”
Kak Anna tersenyum lalu mengelus kepala
keduanya “Open the Seal : Light Clone. Ini adalah skill yang jarang kugunakkan
karena membutuhkan banyak mana dan juga bisa berdampak buruk bagi penggunanya
jika luka yang dialami kloning terlalu parah.” Mbak Anna berjalan maju melewati
Ani dan Eni lalu menarik pedang dari sarungnya. “Namun, keuntungan dari skill
ini adalah....” Perlahan-lahan muncul sebuah lingkaran berwarna keemasan di
belakang punggung Mbak Anna. Cahaya keemasan itu menyinari lorong yang gelap.
Bagaikan emas, cahaya itu begitu terang dan berkilauan “....membuat penggunanya
dapat menyalin kemampuan musuh.”
Mbak Anna menengok ke arah Ani dan Eni
“Kalian bawalah semuanya pergi menjauh dari pertarungan ini. Karena ada
kemungkinan tempat ini akan hancur.” Ani dan Enipun mengangguk lalu pergi
memberi tahu semuanya.
Dent menghela napas lalu memejamkan
kedua matanya “Kau pikir kemampuan pinjamanmu itu dapat menandingi
kemampuanku?” Tiba-tiba, sebuah pedang bercahaya emas langsung meluncur dan
berhasil menggores pundaknya Dent.
Setelah melihat anggota divisinya dan Divisi
5 telah pergi, Mbak Anna tersenyum “Entahlah, bagaimana jika kita coba saja?”
“Jangan sombong dulu!” Dent mengangkat
tangannya hingga setinggi pundak dan tubuhnya mulai melayang. Perlahan-lahan,
seluruh tubuhnya mulai mengeluarkan aura berwarna biru dan angin disekitarnya
mulai berhembus kencang.
Mbak Anna mengangkat tangan kanannya
yang menggenggam pedang lalu menunjuk Dent “Kaulah yang tidak boleh meremehkan
lawanmu!” Lalu dia menghentakkan kakinya. Sama seperti Dent, tubuhnya mulai
mengeluarkan aura keemasan dan mulai melayang. Angin disekitarnya bertabrakkan
dengan angin yang ada di sekitar Dent. Kaca-kaca ruangan mulai pecah karena
tekanan udara dan kursi-kursi serta meja yang berada di ruang kelas mulai
bergerak tertiup angin.
Pedang-pedang cahaya yang mulai
tercipta dari lingkaran semakin banyak. Putih dan Emas, kedua warna itulah yang
menerangi seluruh ruangan. Pedang mereka terus bertabrakan satu sama lain.
Tercipta, hancur, tercipta, siklus itu terus terulang dan terus terulang tanpa
ada jeda waktu sedikitpun. Banyak pedang berceceran. Ada yang tertancap di
lantai, ada juga yang tertancap di plafon. Namun tak lama setelah pedang
tersebut tertancap, pedang tersebut akan terurai dan lenyap.
“Open the Seal : Light Boost.” Mbak
Anna mempercepat proses penciptaan pedang sehingga membuat jumlah pedang yang
bisa dia ciptakan dalam 3 detik berjumlah dua pedang yang dimana pada umumnya
hanya bisa menciptakan 1 pedang. Namun, meski begitu, tetap saja dia tak bisa
sepenuhnya menandingi Dent. Sesekali ada satu atau dua pedang yang luput dan
berhasil menggores tubuhnya, namun dia sama sekali tidak bisa menggores Dent
sedikitpun.
“Percuma saja! Kekuatan palsumu takkan
bisa mengalahkan kekuatan sejati milikku.”
“Aku tidak peduli meskipun ini hanyalah
kekuatan palsu! Selagi kekuatan ini sanggup melindungi teman dan orang yang
kucintai, aku akan menerima kekuatan itu!” Teriak Mbak Anna.
“Sungguh perasaan yang tidak berguna.
Perasaan dan emosi itulah yang membuat kalian menjadi lemah.”
“Karena kami lemah itulah, kami bisa
menjadi lebih kuat! Karena itulah yang menjadikan kami manusia!”
Perlahan-lahan, jumlah pedang yang
tercipta semakin banyak dan semakin cepat. Akibatnya, sedikit demi sedikit
pedang-pedang mulai menggores dan mengenai Dent.
“Apa-apaan ini?!”
Pedang-pedang itu terus menerus
menyerangnya tanpa memberinya celah untuk menyerang balik. Bukannya merasa
terpojok, Dent malah tertawa keras “Aku akui kau, Anna! Kau satu-satunya orang
yang bisa menyudutkanku hingga seperti ini! Teruslah menari dan hibur aku
dengan kekuatanmu!”
Sampai akhirnya Mbak Anna memberikan
serangan ultimatum kepadanya dengan menyerangnya dengan 20 pedang secara
bersamaan.
Asap berwarna coklat menghiasi lorong.
Lingkaran keemasan yang ada di belakang Mbak Anna perlahan mulai menghilang.
Pedang-pedang berwarna keemasan yang berserakan mulai terurai dan lenyap.
Diapun terjatuh. Tubuhnya lelah karena telah menggunakkan skill sebesar itu.
Mananya habis. Dan dia ter log out dari dalam sistem. Sementara dia mengatur
napasnya yang tidak beraturan, dia mencoba untuk berdiri. Namun, tubuhnya
terlalu lelah untuk digerakkan. Bahkan kakinya mati rasa.
“Sudah berakhir.... aku berhasil
mengalahkannya.” Mbak Anna mendekati tembok lalu mencoba untuk berdiri dengan
berpegangan pada tembok. Setelah berhasil berdiri, diapun mulai melangkah
berjalan untuk menemui Divisi 4 dan Divisi 5.
“Mengecewakan sekali. Ternyata hanya
bisa sampai sini kemampuanmu.”
Langkah kaki Mbak Anna langsung
terhenti. Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dia dengar. Kalau bisa,
dia bahkan ingin sekali berpikir bahwa apa yang sudah didengarnya hanya
halusinasi semata.
Perlahan dia menengok kebelakang. Asap
berwarna coklat yang semakin memudar dan menghilang, serta orang yang perlahan
keluar dari asap tersebut. Dent berjalan sembari menyobek jas miliknya yang
sudah berlubang-lubang lalu membuangnya.
“Tidak mung—”
Dia mencekik Mbak Anna lalu
mengangkatnya ke udara. Mbak Anna yang sudah tak punya kekuatan sama sekali tak
bisa melawan sedikitpun. Kedua tangan dan kakinya lemas dan penglihatannya
sudah mulai pudar.
“Karena sudah begini, matilah.”
“Open the Seal : Water Sword”
Tiba-tiba, ada sebuah cambuk air yang terikat di lehernya Dent. Melihat itu,
Dent menghela napas. “Lepaskan dia!” Kak Indra dan anggota Divisi 6 dan Divisi
7 tiba.
“Baiklah.” Dent melepaskan
cengkramannya. Mbak Anna yang sudah dalam keadaan pingsan terjatuh sementara
Dent yang berbalik sembari mengangkat kedua tangannya lalu menjauhi Mbak Anna.
Tak lama kemudian, Mbak Annapun dinaikkan ke atas tandu dan diamankan untuk
mendapatkan perawatan medis.
“Kalian, benar-benar menyusahkan.” Dent
menggenggam cambuk air milik Kak Indra lalu mengubahnya menjadi cahaya dan
terurai.
“Baiklah kalau begitu.... ayo hibur
aku!” Lingkaran berwarna biru itu kembali muncul di belakangnya bersamaan
dengan pedang-pedang cahaya dan Dent mulai kembali melayang. Namun tiba-tiba,
sebuah Ogre Sword terlempar di belakangnya dan mengenai lingkaran berwarna biru
miliknya.
Aku, Ani dan Enipun tiba. Aku berjalan
menghampirinya sembari menarik pedangku lalu menunjuknya menggunakkan pedangku “Ini
bukanlah sebuah hiburan.... Tapi penyelamatan.”
***
Beberapa menit sebelumnya.
Sebuah bom asap tiba-tiba menggelinding
dari sebuah persimpangan. Tak lama kemudian, mulai bermunculan orang-orang yang
memakai jubah berwarna hitam dan memegang tongkat. Melihat itu, aku dan Radhika
langsung bersembunyi di balik pilar. “Apa kita sudah ketahuan?” Aku sedikit
menengok memeriksa jumlah orang yang muncul dari balik asap.
“Nampaknya begitu.” Radhika melakukan
login lalu maju menerjang sementara orang-orang berjubah itu sedang melafalkan
mantra untuk menciptakan energi cahaya yang dapat mengeluarkan laser. “Open the
Seal : Dark Moonlight Shard – Dark Sword.” Pedangnya mulai menghitam, lalu dia
hindari setiap laser yang diarahkan kepadanya. Dengan cepat, dia berlari dan
mengalahkan setiap musuh yang ada. Tiba-tiba, terjadi sebuah getaran dan suara
ledakan serta suara dari pedang yang bergesekan yang berasal dari lantai di
bawah kami. Kejadian itu terjadi cukup lama sampai akhirnya terjadi sebuah
ledakan besar dari bawah.
“Apa... itu tadi?” Aku menengok kesana kemari. Walau aku tahu
bahwa sumber ledakan dan getaran tadi tepat di bawah kami, aku tetap tidak bisa
membayangkan apa yang sedang terjadi di lantai bawah.
“Entahlah, yang lebih penting, kita
harus segera ke lantai bawah. Di lantai itulah dimana para tahanan berada.”
Radhika melakukan logout lalu langsung berlari menuju ke tangga bawah dan
diikuti olehku. Setelah melalui tangga dan hendak akan berbelok untuk memasuki
lorong, kami bertemu dengan Ani dan Eni.
“Kalian... bocah bertudung yang
mengejarku waktu itu.” Tiba-tiba, Eni dan Ani menarik tangan kananku dengan
ekspresi yang penuh dengan kekhawatiran. Tak ada sedikitpun kebohongan yang
nampak di matanya.
“Kumohon, ikut kami.” Eni langsung
berusaha menarikku tanpa basa-basi sedikitpun lalu diikuti oleh Ani.
“Tunggu dulu, sebenarnya ada apa? Apa
ada hubungannya dengan getaran yang terjadi tadi?” Radhika
memegang pundak Eni lalu berjalan ke hadapannya—menghalangi mereka
sehingga mereka tidak bisa lewat.
“Sebenarnya... getaran tadi disebabkan
oleh pertarungan Kak Anna.” Ani berbalik dan mulai menjelaskan situasi.
“Jadi, lawannya adalah Dent?!”
“Ya, saat ini Kak Anna sedang
melawannya sendirian.” Ani mengangguk lemas dengan wajah yang tertunduk. Bahkan
meski saat ini dia tidak melepas tudungnya, dia tetap tak bisa menyembunyikan
perasaannya.
“Sejak dulu, Kak Anna sangat baik
kepada kami berdua. Namun, kami selalu tidak punya kesempatan untuk membalas
kebaikannya. Lalu, saat Kak Anna mengira bahwa Kak Andri sudah tiada.... dia
nampak begitu sedih.” Suaranya yang terdengar lirih membuatku tak bisa berdiam
diri saja. Tapi sayangnya, misi adalah misi.
“Aku mengerti.” Wajah mereka terangkat.
Aku bahkan bisa melihat air mata mereka. Aku berjalan melewati mereka lalu
terhenti sejenak “Tapi maaf, misi tetaplah misi. Kita tidak bisa mengabaikannya
begitu saja.”
Radhika yang tidak terima akan
kata-kataku langsung berjalan menghampiriku “Tunggu dulu Dimo—”
“Karena itulah....” Potongku
“...cukup aku saja, yang pergi ke
sana.”
***
“Nampaknya kita kedatangan serangga
lainnya.” Dent mencabut Ogre Sword milikku lalu membuangnya sembari berbalik
menghadapku.
“Sayang sekali, aku bukanlah serangga
biasa. Aku adalah kecoa terbang.” Aku menyeringai lalu mengambil kuda-kuda untuk
bertarung. “Ngomong-ngomong, dimana Mbak Anna?” Aku, Ani dan Eni melirik
kesana-kemari, mencari Mbak Anna di kumpulan anggota-anggota Divisi.
“Luka yang diterimanya cukup parah.
Jadi saat ini dia sedang mendapat perawatan medis.” Mendengar itu, Ani dan Eni
bisa bernapas lega dan langsung pergi menuju ke tempat dimana Mbak Anna berada
“Yang lebih penting, dimana Radhika?”
“Dia sudah duluan.”
“Begitu ya, kalau begitu baguslah. Saat
ini, kita hanya harus menahan orang ini bukan?” Kak Indra tersenyum lalu
mengubah pedangnya menjadi pedang air sementara anggota-anggota Divisi 6 dan Divisi
7 bersiap untuk bertarung.
“Begitulah.
Open the Seal : Moonlight Shard – Moonlight Sword.” Kugenggam pedangku dengan
kedua tanganku.
Sementara itu, Radhika terus berlari
secepat yang dia bisa untuk menuju ke ruangan dimana para tawanan berada. Walau
sebanyak apapun musuh yang menghadangnya, tidak akan cukup untuk menghalaunya.
Dia terus menerjang musuh bagaimanapun keadaannya. Inilah penebusan dosanya.
“Akhirnya....” Sembari mengatur
napasnya yang tidak beraturan dan berat, Radhika mengusap keringatnya lalu
bersandar di tembok. Saat ini, dihadapannya tepat berada sebuah pintu dari
ruang tahanan. Tempat yang ditujunya selama ini. Untuk membuka pintu itu,
dibutuhkan sebuah kata sandi. Setiap petinggi sepertinya, memiliki sandi
masing-masing dan walau dia sudah keluar, Radhika masih bisa menggunakkan kata
sandi milik Ratu Putih.
Disaat dia hendak akan memasukkan kata
sandi dan membuka pintu itu, tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki dua
orang. Suara itu membuatnya mengurungkan niatnya dan melakukan login untuk
berjaga-jaga. Perlahan-lahan, suara langkah kaki itu semakin dekat dan semakin
dekat. Jantungnya berdegup kencang, keringatnya yang mengalir dari rambutnya ke
lehernya, serta rasa lelah yang dia rasakan membuat keadaan menjadi mencekam.
Saat sudah cukup dekat, Radhika
mendekati pinggir tembok lalu menarik pedangnya. Tak lama kemudian dia langsung
melompat keluar dari persemunyiannya dan berniat untuk menyerang kedua orang
itu. Itulah yang awalnya ingin dia lakukan. “Kalian, kenapa bisa ada di sini?”
Radhika menyarungkan kembali pedangnya lalu melakukan logout.
Zaki menggaruk pipinya lalu tersenyum
kecut sementara Leila membuang pandangannya karena tersipu malu “Yah... Aku dan
Leila terpisah dengan Divisi 7 karena ledakan sebelumnya.”
“Ma-maaf, sebelumnya kami berniat untuk
kembali ke Divisi 7, tapi kami malah tersesat.” Dengan wajahnya yang memerah
karena malu, Leila mencoba untuk tidak membuang pandangannya dan malah tidak
berani menatap wajah Radhika.
Melihat tingkah laku mereka berdua,
membuat Radhika tak bisa menahan tawanya. Rasanya, semua beban yang sebelumnya
dirasakan olehnya langsung menghilang tertiup angin bersamaan dengan lepasnya
tawa. Melihat tawa Radhika yang begitu lepas membuat Zaki dan Leila menatap
satu sama lain dan lagsung ikut tertawa.
“Terima kasih ya, karena kalian....
rasanya aku merasa baikan.” Radhika mengusap air matanya yang keluar karena
tawanya lalu tersenyum.
“Tak masalah. Jadi, apa kau sudah
menemukan tempatnya?” Zaki menghampirinya lalu menepuk punggung Radhika.
“Ya, aku sudah menemukannya.” Radhika
menengok ke arah ruangan dimana tawanan berada, lalu merekapun berjalan menghampiri
pintu itu. Setelah menghampiri pintu itu, Zaki memegang dagunya sembari melihat
kesetiap sudut dari pintu tersebut.
“Nampaknya pintu ini harus menggunakkan
kata sandi ya.” Leila mencoba mengutak-atik alat keamanan dari pintu tersebut
dengan kata sandi tebakannya namun selalu gagal.
“Tenang saja, walau aku sudah
dikeluarkan, aku bisa menggunakkan kata sandi milik seseorang yang kukenal.”
Leilapun mundur dan mempersilahkan Radhika untuk memasukan kata sandi. Setelah
kata sandi dimasukkan, pintupun sudah tidak terkunci. Radhika langsung memegang
gagang pintu dan membuka pintu perlahan, karena ada kemungkinan bahwa ada
pasukan musuh yang menanti dari balik pintu. Namun, nampaknya tak ada
seorangpun yang menunggu dan ruangan aman. Setelah mereka masuk, Radhika
sengaja untuk tidak menutup pintu rapat-rapat agar memudahkan proses
penyelamatan.
Zaki menghampiri salah satu sel lalu
menggenggam jeruji besi “Hei, kalian baik-baik saja?” Zaki mencoba untuk
membangunkan para anggota ERASER yang menjadi tahanan. Semua anggota ERASER,
dikurung di satu sel. Sel itu tidak terlalu luas dan juga tidak terlalu sempit.
Tak lama kemudian, Radhika memasukan kata sandi yang sama untuk membuka sel.
Melihat itu, semua orang yang ada di dalam sel langsung berjalan mendekati
pintu termasuk orang tua Radhika. Melihat kedua orang tuanya baik-baik saja,
Radhika tak bisa menahan air matanya. Setelah pintunya terbuka, Radhika
langsung berlari memeluk kedua orang tuanya.
“Ayah, ibu!”
Sementara itu, tahanan yang lain mulai
keluar dari dalam sel. Namun, salah satu tahanan yang mengenali Radhika
menghampirinya dan langsung memukul wajahnya hingga membuatnya terjatuh. “Kau
pantas mendapatkannya!” Karena tidak terima melihat putranya diperlakukan
seperti itu, ayahnya Radhika langsung berniat untuk membalas. Namun, Radhika
meminta kepada ayahnya untuk tidak membalasnya dan berdiam diri saja.
“Ayah, ibu, tak apa. Aku memang pantas
menerima pukulan itu.” Sembari menekan luka di pipinya, Radhika memegang pundak
ayahnya sembari mencoba berdiri. “Karena akulah mereka ada di sini. Jadi
kurasa, aku memang pantas mendapatkannya.”
“Tapi, kau terpaksa melakukan semua itu
karena orang tuamu ditahan.” Zaki menghampiri Radhika lalu memegang pundaknya.
“Tetap saja! Kau pikir kami akan
memaafkanmu?!”
“Aku tidak meminta kalian untuk
memaafkanku.” Radhika berlutut lalu bersujud—meminta maaf kepada seluruh
tawanan yang ada “Tapi, untuk kali ini saja, mohon percayalah padaku.” Melihat
kebulatan tekad Radhika, seluruh tawanan terdiam. Seketika semuanya kehilangan
niatan untuk membalas apa yang sudah Radhika lakukan kepada mereka. Semuanya
tertunduk tanpa bisa berkata-kata. Bahkan kedua orang tuanya tak bisa
menyalahkan atau membenarkan apa yang sudah dilakukan oleh anaknya.
“Aku mempercayaimu.” Dari sekian banyak
tawanan, salah seorangnya maju menghampiri Radhika “Aku juga punya seseorang
yang kusayangi, jika aku ada dalam posisimu, aku pasti akan melakukan hal yang
sama.” Dia mengulurkan tangannya kepada Radhika untuk membantunya berdiri.
Radhikapun menerima ulurannya dan berdiri “Aku Andri wakil ketua dari Divisi 4,
akan percaya kepadamu.” Setelah melihat Andri, seluruh tawanan yang ada mulai
mengikutinya dan percaya kepada Radhika.
Tiba-tiba “Dim—Radhika, ada sesuatu
yang harus kau lihat.” Leila membawa Radhika ke sebuah ruangan yang ada di
ruang tahanan. Di ruangan itu, terdapat sebuah layar monitor yang besar dengan
angka-angka yang terhitung mundur. Angka yang tertulis di monitor itu adalah 7
menit 45 detik dan akan terus berkurang sampai akhirnya manjadi 0.
“Ini... bom?!” Radhika mencoba untuk
menjinakkan bom itu dengan mengutak-atiknya, namun gagal. “Percuma, kita harus
segera memberitahu semuanya mengenai bom ini.” Merasa percuma saja, Radhika dan
Leila langsung berlari untuk memberitahu tawanan dan semua orang yang ada di
gedung ini.
~BERSAMBUNG~
No comments:
Post a Comment