Halo, sanak pengunjung blog yang paling ter, sungguh, dan sangat. Kembali lagi di KnK Land, blog random yang diisi khalayak random dengan segala isinya. Perkenalkan, saya Slwthfr Hymschnyldr. (Wah, bacanya gimana tuh!?).
Kali ini adalah bentuk kecerewetan saya yang pertama. Saya diajak nimbrung oleh Supreme Leader Admin K dalam upaya meraup faedah bersama-sama. Dan syukurlah, sebagai pengikut sekte penguasa dunia, saya berserah diri.
Okkkkkkkkkkke langsung saja kita masuk ke pembahasan topik mengenaiiiiiiiiiiiii *intro Jess No Turunan 10 jam*
“Perbedaan Lah, Kok, Sih, Dong”.
Yep. Imbuhan, atau lebih rinci lagi, sufiks ini sudah sering dipakai di konferseisyen kita sehari-hari. Pernah gak sih kalian mendengar ketidakcocokan dalam penggunaan imbuhan-imbuhan ini? Jarang, memang. Agak gedek, iya. Lama-lama jadi terngiang-ngiang di kepala dalam proses bengongifikasi. “Mana nih yang bener? Kayaknya yang ini lebih cocok deh”. Kira-kira begitu. Siapa yang tidak puas dengan pengetahuan baru, meskipun itu bersifat trivial sekalipun?
Langsung saja:
A. Lah
“Bisa, lah”, “ Iya, lah”, dan sebagainya.
Imbuhan ‘lah’ memberikan kesan meremehkan, seolah-olah mengatakan bahwa lawan bicara kamu tidak tahu apa-apa tentang hal yang didiskusikan.
Contoh penggunaan:
Henoy: “Eh, kita bikin api pake kayu sama rumput doang emang bisa?”
Shobirin: “Ya bisa, lah!”
B. Kok
“Nggak, kok” “Gue yakin, kok”, dan sebagainya.
Imbuhan ‘kok’ ini memberikan kesan menantang dan meragukan lawan bicara kamu. Jika diucapkan di hadapan orang banyak, ini seperti akan menjatuhkan kredibilitas lawan bicara kamu.
Contoh penggunaan:
Ossas: “Mustahil lo mampu angkat galon sendirian naik kosan 2 tingkat”
Joseph: “Mampu, kok!” *Insert Awaken Pillar Men here*
C. Sih
“Nggak tentu, sih”, “Cukup, sih”, dan sebagainya.
Imbuhan ‘sih’ ini juga meragukan lawan bicara kamu, tapi lebih karena kamu yang gak yakin. Jadi intinya lawan bicara kamu itu punya poin yang lebih.
Contoh penggunaan:
Asbestos: “Situ mager, ya? Berarti boleh dong temenin gue kerja rodi ngaduk semen 13 jam ntar subuh”
Nama: “Boleh, sih..”
D. Dong
“Gitu, dong” , “Mesti, dong”
Imbuhan ‘dong’ memberikan kesan kepercayaan diri yang tinggi sekaligus menunjukkan mood positif. Jika kamu menggunakan imbuhan ini ketika berbicara dengan seseorang, maka lawan bicara kamu akan sedikit terangkat moodnya.
Contoh penggunaan:
Lupi Nyang’o: “Oi, bisa tunjukin gue film Por–”
Kapuchin: “Bisa, dong!”
ps: Lupi Nyang’o berniat meminta film Portugal lain ke Kapuchin yang terkenal sebagai kolektor film Portugal di sekolah mereka.
Nah, kira-kira seperti itu. Terlepas dari apa yang saya paparkan, bahasa adalah alat komunikasi manusia yang dibuat se-efektif dan se-efisien mungkin bagi pengguna-penggunanya agar dapat memudahkan dalam pertukaran informasi, sehingga banyak memberikan kesamaan dalam interpretasinya, pun perbedaan. Mau itu sesuai konteks, atau bentuk dasar secara umum.
Sekian dari saya, Slwthfr Hymschnyldr, undur diri. Sampai jumpa di kecerewetan lainnya.
ps: Bacanya Sleth-fer (dengan bunyi e pada selam dan bunyi th pada Thor) Him-synil-der (bunyi e yang sama seperti sebelumnya)