Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi dibalik awan hitam.
-Efek Rumah Kaca
Hanya ingin membatasi bahasan tentang cinta tapi apa boleh buat, mereka terlalu mengalir begitu saja dalam cerita. Menyentuh tanpa dirasa, mengalami tanpa bisa dipahami, merasakan sebelum melakukan. Membatasi cinta berarti berhenti menjadi manusia, adalah suatu kebohongan besar kala seseorang mampu hidup tanpa cinta. Coba kita tebak kehidupan seorang yang tak memiliki cinta dalam ceritanya; mungkin ia tidak bisa melihat indahnya mawar saat pertama kali dipetik, tak dapat melihat indahnya warna pink pada gulungan permen kapas, tidak bisa merasakan manisnya coklat sebagai tanda pemberian, tak bisa menikmati hangatnya boneka sebagai tanda kasih sayang, atau paling parah, tidak akan mendapat kecupan spesial dari seorang tersayang. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Barangkali seorang yang mengatakan demikian hanya mencari sedikit perhatian, yang sebenarnya sangat ingin dicintai tapi gengsi untuk mengakui. Mencoba terlihat kuat tanpa dia sadari dititik itulah ia terlihat begitu dungu. Cerita dan cinta, suatu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan. Pahamilah, sebab banyak orang yang pura-pura mengabaikannya.
Seorang tiba-tiba berlari di tengah derasnya hujan penghujung tahun. Menangis tersedu-sedu, berhenti sejenak, lalu berteriak dengan lantang ke langit, memaki dirinya sendiri dan mengucap sumpah serapah berkali-kali. Terus berlari sampai menemukan tempat teduh, kedinginan, mengigil dan bergetar seluruh tubuh. Meminta bantuan jika dia sedang memerlukan kehangatan, sayang tak ada yang peka. Tak berselang lama, dia membuka handpone, menggerakkan jari-jarinya menuju berbagai aplikasi yang ada, tampak tak ada perubahan berarti, hanya kini mukanya agak sedikit memelas bersedih dan udara dingin semakin tega menyerangnya bertubi-tubi. Terlihat tak ada yang lebih peduli padanya, kecuali alam semesta yang sedikit berkabung saat melihatnya. Begitu banyak kesedihan di penghujung tahun, karena ada harapan yang harus menemui ajalnya terlebih dahulu, sebelum bisa menyenangkan pemiliknya. Selalu ada tangis yang tercipta saat kegagalan menyertai, tanpa berpikir panjang, dia merasa gugur saat itu juga. Selain kehilangan harapannya, dia juga sudah kehilangan seorang yang sudah mendampinginya selama 21 bulan lebih, entah mendampingi karena sudah saling mamahami atau sekedar tak enak hati sebab selalu ditemani saat sepi, sepertinya opsi kedua lebih tepat. 21 bulan hanya dijadikan bahan untuk menemani sepi, kemana saja kau selama ini, dikelabui untuk dijadikan refrensi mencari yang terbaik. Seharusnya kau sadar, kau sudah diperalat. Mestinya kau sadar, kau sudah banyak meminum obat. Harusnya kau sadar, yang selama ini kau anggap setia menemanimu di saat hujan, belum tentu sudi bersama saat kau ditimpa ujian.
Karna aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember, di bulan Desember.
-Efek Rumah Kaca
Segala puji bagi Tuhan yang sudah menurunkan hujan dengan segala manfaatnya, dan segala puji bagi Tuhan yang tlah menciptakan wanita beserta senyuman, dengan ribuan makna di dalamnya. Pria ini sebenarnya tidak cemen-cemen amat, buktinya dia sudah melewati 3 hujan dan 2 terjangan badai. Tapi kali ini semua perjuanganya harus kandas. Catat! Yang menghentikannya bukan badai tapi hujan. Demi Tuhan, pria ini benar-benar akan menyerah. Setelah memberanikan diri mengabadikan momen berdua, setelah memberi bingkisan berguna, setelah menyanyikan beberapa lagu cinta, setelah berbagi tawa saat di obrolan (hahaha). Setelah sekian lama, akhirnya diputuskan menyerah. Yaaah, 21 bulan yang terbuang sia-sia. Akhir yang sedikit disayangkan, untuk teman-teman yang slalu mendukungnya. Tapi apa boleh buat, keputusan sudah dibuat, keputusannya sudah bulat. Berhenti mencintai, dan memilih sendiri. Kini, hidupnya hanya untuk menulis lirik untuk mengenang dan menyenangkan diri dari kenangan yang sudah dia lewatkan. Semoga bisa lebih lama lagi kelihatan bahagianya, semoga pura-puranya tidak kelihatan, semoga bahagianya tidak kelihatan pura-pura, dan semoga kuat menjalankan peran-peran.
Sekarang pakaiannya sudah agak kering sehabis terpaan hujan tadi, menyalakan rokok dan kembali berjalan dengan tergopoh-gopoh. Baginya menyerah dangan keadaan seperti ini lebih baik ketimbang trus bertahan tanpa ada komitmen yang terjalin. Pikirannya sudah terbuka, bahwa menyalahkan diri sendiri bukan cara yang tepat untuk kali ini. Maka dari itu, ia memutuskan tidak lagi melewati hujan melainkan menari-nari menikmati tetasan air yang turun, menutup matanya agar lebih menghayati sambil mengucap pesan terakhir untuk wanita yang dicintai. Baginya, kesedihan di penghujung tahun akan terobati dengan sendirinya, setelah kebahagianya awal tahun datang menghampirinya. Tak ada yang selamanya, yang ada hanya 'yaudahlah ya'. Harapan baru akan muncul menimpa angan yang trus membayangi. Tak ada kesedihan yang abadi, yang ada hanya selalu menyesali. Tak ada, seiring usaha akan menjadi ada.
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda.
-Efek Rumah Kaca
Setibanya dirumah, pria itu berbaring di sofa, membuka foto lama, mengenang wanita yang selama 21 bulan dicintainya. Mengeluarkan buku catatanya dan mulai menulis bait demi bait kebahagian. Menutup kisah lama yang akan kadaluwarsa, mengganti dengan semangat menggugah tanpa harus mencari pengganti saat ini juga. Takut semuanya menimpa dia kembali, secarik bacaan-bacaan penangkal sial disiapkan. Berjaga-jaga dari sepi, karena sepi yang akhirnya membuka jalan untuk melaju ke depan tanpa bisa dikendalikan, intinya pria itu takut semuanya terulang lagi. Ada baiknya bisa lebih mengantisipasi dan mengevaluasi apa yang sudah dilewati. Sedia payung sebelum hujan, sedia senyum sebelum dipatahkan.
Aku takut, saat pria itu mendekati wanita, wanitanya hanya menganggap pria itu tak lebih dari teman untuk mengusir sepi(lagi), sebab..
Dia tak mencintaimu, dia hanya sedang kesepian dan kebetulan ada kamu.
-wira
Raihan Immadu
Pamulang, 15 Des 2019
Pamulang, 15 Des 2019
Selamat membaca
Semoga dapat menerka
Semoga dapat menerka
Selamat tahun baru 2020
No comments:
Post a Comment