Menatap tajam wajah aparat.
Bermain dengan bacaan.
Diskusi tanpa arah.
Makan, canda, dan tawa.
Pulang, seorang diri.
Lagi-lagi diserang keadaan.
_____________
Lagi dan lagi diserang oleh keadaan, sepi. Bising, dingin, dan bau hujan seketika ada di hadapanku. Terbayang soal nilai dan harapan orang tua yang kadang kala suka melampaui batas kemampuan anaknya. Melamun di trotoar jalan dan hampir berteriak kenapa hidup seaneh ini (tadi sebenarnya aku ingin menulis "se-bajingan ini" tetapi kayanya akan diserang sama orang-orang bijak yang bilang kalau hidup harus tetap disyukuri se-bajingan apapun kondisinya). Polisi moral bertebaran di mana-mana sedang polisi sungguhan khilaf dan tidur di mana-mana.
Kemarin aku mendapat cukup banyak pesan rahasia. Sebelumnya, aku tidak tau dan tidak suka ikut ke dalam tren seperti itu, sebenarnya. Harapan terselubungku satu, mendapat kata-kata kotor atau umpatan-umpatan porno yang aku sering temukan di kolom postingan orang. Tak ada, nyatanya orang-orang lebih banyak menyemangatiku dan bertanya tentang tanggapanku serta hal-hal pribadi yang ada di dalam hidupku. Perlu aku sampaikan berapa banyak lagi kepada kalian, aku dan kisah hidupku sejauh ini tidak semenarik apa yang kalian kira, mendekati membosankan lebih tepatnya. Selera dan animoku juga kadang anomali. Intinya, tidak seseru cerita-cerita orang lain yang tiba-tiba suka meninggi tanpa perlu diminta.
Selepas menerima pertanyaan-pertanyaan tersebut, aku sempat berpikir adakah seseorang yang menerima pertanyaan yang nyeleneh nan ekstrem lalu bagaimana respons orang itu. Selang beberapa menit (mungkin Tuhan mendengar kekepoanku) ada seorang teman yang marah teramat marah ketika sebuah pertanyaan nyeleneh terlontar kepadanya. Kutukan dan penghakimannya terlampau bengis untuk seseorang yang harusnya tau resiko perbuatannya. Seseorang mungkin saja akan bertanya perihal yang sama sekali tidak kita sadari dan sukai, begitupun sebaliknya, seseorang bisa saja memuji dan menerbangkan diri kita sejauh yang ia bisa. Kemungkinannya sama, antara pujian dan makian, 50:50.
Sumber: Google
Tidur saat bunyi ayam tetangga mulai terdengar lalu bangun ketika keroncongan perut semakin tak terkendali. Tidak ada sehat-sehatnya pola hidup seperti itu, kata temanku. Katanya, aku harus bangun pagi, sarapan, belajar, ibadah, makan lagi, lalu tidur siang sebentar, dan kegiatan lain apapun itu selain tidur seharian penuh. Terima kasih sarannya, mungkin akan aku praktikkan selama dua atau tiga hari ke depan kemudian terserahlah aku mau hidup seperti apa. Saranmu sebenarnya pernah aku coba pada awal-awal kedatanganku di daerah ini tetapi uang yang ibu kasih tidak cukup untuk memenuhi pola hidup seperti itu. Hampir sama saja sebenarnya, antara tidur seharian penuh demi menyelamatkan keuangan dengan hidup sehat tetapi menyengsarakan ibu yang jauh di luar sana.
Pernah begitu takut menatap mata seseorang yang aku suka sampai-sampai lebih baik untuk tidak berbicara dengannya tentang hal-hal sepele. Melamun ke arah tembok kamar kemudian tersadar betapa kakunya diriku di depan wanita yang aku suka. Berlatih asal-asalan untuk memulai dan memilah obrolan yang seru besok hari tetapi nyatanya tidak bertemu sama sekali di keesokan harinya. Sempat yakin bahwa sudah waktunya berhenti pada kesendirian ini tetapi kemudian tersadar untuk apa aku susah payah mendapatkannya. Tak ada yang bisa menjamin kebahagiaanku juga jika sudah bersamanya. Jika yang aku cari hanya sebatas validasi dan iri sebab melihat kanan-kiri lebih baik aku sibuk dengan urusan organisasi atau diskusi. Sesimpel itu bagiku, mungkin tidak bagimu, terlebih kamu yang suka menjadi pusat perhatian dan pemberhentian (sementara).
Membaca kutipan yang ada di buku-buku Camus dan Sartre sering kali membuat otakku heran tiada henti. Sikapnya yang tidak karuan, kebebasannya, ketenangannya, kedinginannya, ketidakpeduliannya makin membuatku bertanya-tanya adakah sosok yang melampaui pikirannya itu. Tidak mengetahui kematian ibundanya, bersikap santai ketika di pemakaman, bahkan menunggu kematiannya sendiri yang tinggal hitungan hari. Tiap kali membacanya membuatku berada di situasi lain di mana orang-orang tidak lagi sibuk mengurusi masalah orang lain. Pencapaian yang selama ini kita semua kejar mati-matian seakan hanya menjadi bahan tertawaan dua orang tersebut (kalau aku benar membacanya, kalau aku salah berarti aku perlu belajar lagi dan mengalihkan sejenak perhatianku dari gerak-gerik orang sekitar). Benar kata orang bijak di atas, seaneh apapun hidup harus tetap dijalani sepenuh atau setengah hati.
Keadaannya sekarang pukul tiga. Entah memang takdir Tuhan atau sebatas kebetulan, lagu yang diputar teman sekamarku adalah Nematomorpha. Sebuah cacing parasit yang biasa menjangkiti serangga seperti belalang. Mungkin gambaran nyata dari perjalanan hidup seperti itu, seserius aku menjalaninya ada waktunya parasit-parasit itu akhirnya masuk dan coba mengakali tujuan yang sudah ku buat. Sangat mungkin aku kalah dengan mereka dan membusuk tak berguna. Tetapi peduli setan si parasit tersebut, jika bukan karma yang diterimanya nanti, mungkin perlahan mereka akan ikut mati karena kuatnya sifat parasit yang ada di tubuhnya. Terang-terang saja, hidup kalau bukan karena ambisi dan iri mungkin tidak semencekam ini.
Setengah empat pagi. Aku cari kamu dalam setiap ruang, seperti aku yang menunggu kabar dari angin malam. Seteduh-teduhnya musik Payung Teduh, masih lebih teduh tembok-tembok jalanan ini; basah terkena hujan, rapuh diterpa angin, retak diterjang sinar. Tak ada bedanya dengan keadaanku kini, tak berdaya diserang bunyi.
Aku rasa sama saja, dibaca atau tidaknya tulisanku satu ini tidak akan sekonyong-konyong membuatku memenangi perang tak berujung ini.
__________________
Datang diri mimpi semalam.
Pada akhirnya rinduku berbuah tulisan.
Entah untuk siapa.
Entah maksudnya apa.
Sekadar pertanda untuk kita.
Raihan Immaduddin
Semarang, 28-06-22
Selamat Malam